SOLOPOS.COM - Perajin Tenun Arimbi di Dukuh Termas, RT 017, Desa Gringging, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, di rumah produksinya, pada Selasa (27/9/2022). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Perajin kain tenun Arimbi tepatnya di Dukuh Termas, RT 017, Desa Gringging, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, mulai produksi kembali setelah sempat stagnan akibat pandemi Covid-19.

Pemilik usaha kain tentu Arimbi, Widodo, 50, mengakui pandemi sangat berdampak negatif pada bisnis yang dirintis sejak 2012. Pada 2020-2021 usahanya sempat mati suri karena tidak ada pesanan. Ia pun terpaksa harus merumahkan sebagian besar karyawannya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Sebelum pandemi, total ada 40 karyawan. saat ini hanya tersisa enam karyawan. Dari puluhan alat tenun yang ada, yang bisa digunakan hanya beberapa, kemungkinan hanya enam,” terang Widodo saat ditemui Solopos.com di rumah produksinya, Selasa (27/9/2022).

Ia menambahkan saat ini tengah jatuh bangun merintis kembali, Widodo mengaku sebenarnya Kain Tenun Arimbi ini banyak diminati masyarakat.

“Saat ini hanya memproduksi sarung saja, kalau dari awal merintis hingga sebelum pandemi produksinya kain yang dijual tiap meter. Sekarang ganti produk menjadi sarung, karena lebih mudah dalam memasarkannya,” ungkap Widodo.

Baca Juga: Mitos Dayang Cantik Berubah jadi Belut Putih Penjaga Sumur di Ngebung Sragen

Menurutnya, dari segi pemasaran lebih masif sarung. Selain harganya murah, saat ini ia juga bekerja sama dengan eksportir asal Pekalongan yang sudah merambah pasar Timur Tengah, misalnya Saudi Arabia.

Untuk satu sarung tenun dihargai sebesar Rp150.000/potong. Dalam sehari total sarung yang dibuat adalah sembilan buah. Jadi dalam sebulan, total sarung yang ia produksi adalah 270 potong

Saat ditanya apakah sudah merambah pasar online, ia mengaku belum mencobanya. Ia saat ini masih mengandalkan dari kerja sama dengan eksportir asal Pekalongan.

Saat Solopos.com berkunjung ke Butik Tenun Arimbi di samping rumah Widodo, kondisinya tak layak disebut sebut butik lagi. Banyak tumpukan kain tenun yang mulai usang dan lapuk karena sisa stok sebelum pandemi.

Butuh Kesabaran Ekstra

Di samping butik tersebut, terdapat rumah produksi, terlihat empat orang perajin yang tengah menggerakkan jari jemarinya memilah benang yang tepat sebelum dimasukkan ke dalam alat tenun.

Baca Juga: Ini Kendala yang Biasa Mengganjal Pengembangan Potensi Desa Wisata di Sragen

Salah satunya pria asal Jepara, Rizo ia mengaku sudah setahun bekerja di Tenun Arimbi. Namun sebelumnya ia memang telah mahir dan tidak asing karena sudah bertahun-tahun akrab dengan alat tenun.

“Di sini masih tradisional, manual menggunakan tenaga manusia, kalau di Jepara sudah banyak yang pakai mesin, namun kain yang dihasilkan hanya polos, tidak bermotif seperti hasil buatan tradisional. Untuk mahir dalam menenun cukup bermodalkan tekun dan sabar. Dalam satu hari paling tidak satu orang berhasil membuat dua sarung, ” kata Rizo.

Karyawan lain, Sri, mengaku tidak sampai sebulan ia bisa mahir membuat sarung tenun bermotif. Sebelum bekerja di tempat Widodo, warga Desa Gringging itu pernah bekerja di pabrik tekstil.

Dari pengamatan Solopos.com, beberapa alat tenun terlihat terbelangkai. Di halaman rumah produksi Widodo pun banyak sisa-sisa alat tenun yang tak layak digunakan lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya