SOLOPOS.COM - Samiyanto membawa dua buah film tentang gempa di Klaten yang didokumentasikan oleh sejumlah production house lokal, Selasa (28/5/2013). (Shoqib Angriawan/JIBI/SOLOPOS)


Samiyanto membawa dua buah film tentang gempa di Klaten yang didokumentasikan oleh sejumlah production house lokal, Selasa (28/5/2013). (Shoqib Angriawan/JIBI/SOLOPOS)

Musibah gempa yang melanda Klaten dan sekitarnya pada Sabtu, 27 Mei 2006 masih terngiang jelas di pikiran pria berusia 60 tahun ini. Dia adalah Samiyanto. Betapa tidak, gempa itu telah meluluhlantakkan rumah yang ada di Dupuk, Sawit, Gantiwarno, Klaten waktu itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Gempa itu juga mengakibatkan dia tertimpa tembok rumah yang roboh lantaran tidak kuat menahan goncangan dahsyat.

Saat ditemui Solopos.com di kediamannya di Dupuk, Sawit, Gantiwarno, Selasa (28/5/2013), Samiyanto terlihat sedang memberi makan ternaknya. Kepada Solopos.com, pria kelahiran Klaten, 23 Juli 1953 itu menceritakan sempat sempat tidak percaya akan apa yang telah menimpanya.

Waktu itu sekitar pukul 05.30 WIB, Samiyanto sedang berada di luar rumah. Kemudian, dia berniat membangunkan putri keenamnya yang masih terlelap, Apriani. Kebetulan, Apriani yang masih berusia empat tahun sedang bersama sang ibu di kamar.

“Saat ingin membangunkan Apriani itu, tiba-tiba terjadi gempa yang dasyat sehingga rumah saya roboh dan menimpa saya,” kisah pria yang memiliki enam anak itu .

Ajaibnya, Apriani dan ibunya selamat lantaran satu dinding yang ada di kamar mereka tidak roboh. Sementara itu, putra ketiga, keempat dan kelima dari Samiyanto juga berhasil selamat karena saat itu sedang berada di luar rumah. Sedangkan putra pertama dan keduanya sudah berkeluarga.

“Saya masih sadar waktu tertimpa tembok. Bahkan, saya sempat diinjak-injak karena anak saya ingin menyelamatkan saya dari reruntuhan tembok dan saya pun berteriak,”.

Setelah itu, dia langsung dilarikan di Rumah Sakit Ortopedi Solo dan mendapatkan perawatan selama 40 hari. Dia divonis tidak bisa lagi menggerakkan kedua kakinya. Terkadang, dia merasakan sakit yang luar biasa pada bagian kakinya.

Selama enam bulan pascagempa, dia sempat putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya. Namun, dia berpikir bagaimana anak-anaknya bisa hidup jika dia tiada.

Dia kemudian bangkit untuk terus hidup dan bekerja dengan beternak. Terkadang, dia juga bekerja di Caritas German untuk membuat sepeda motor modifikasi untuk penyandang cacat. Sebelum terkena musibah gempa, dia memang seorang montir mobil yang cukup handal.

Kini, sudah puluhan motor modifikasi untuk penyandang cacat yang berhasil ia buat.  Dia kini lebih bisa mensyukuri hidup dengan  sisa usia yang Tuhan berikan kepadanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya