SOLOPOS.COM - Petani tengah memanen porang di Desa Tanggulangin, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Rabu (2/11/2022). Petani porang di Wonogiri tetap menanam porang meski harga porang saat ini masih anjlok dan belum stabil. (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah petani di Wonogiri tetap menanam porang meski harga komoditas tersebut saat ini masih anjlok dan belum stabil. Para petani mengaku telah mengeluarkan banyak modal dan berharap pemerintah turun tangan agar harga porang kembali naik dan stabil.

Salah satu petani porang asal Jatipurno, Sukar, mengatakan baru menjadi porang sejak setahun terakhir atau sejak 2021. Saat itu harga porang masih di atas Rp5.000/kg.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Modal yang dikeluarkan Sukar saat menanam porang senilai Rp25 juta. Rinciannya, Rp23 juta untuk membeli bibit dan Rp2 juta sewa lahan seluas lebih kurang 3,5 bahu atau 2,5 ha.

Lahan seluas itu seharusnya bisa ditanami 5.000 bibit porang dan akan panen maksimal 5 ton. Namun Sukar hanya menanam separuhnya.

“Ini saya telat panennya. Makanya banyak umbi porang yang sudah busuk. Biasanya musim panen porang itu, Agustus. Tapi Agustus [2022] kemarin harganya anjlok banget. Saat itu cuma dihargai Rp1.900/kg. Makannya baru saya panen sekarang, saya tahan. Setelah itu saya tanami bibit lagi. Itu sudah saya siapkan,” kata Sukar saat ditemui Solopos.com di lahan porangnya di Desa Tanggulangin, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga: Sempat Jadi Primadona, Harga Jual Porang Kini Anjlok hingga Pusingkan Petani

Dia melanjutkan, beberapa pekan lalu harga porang senilai Rp3.500/kg. Mulai pekan lalu, harga porang mencapai Rp4.100/kg.

Saat ini atau saat Sukar memanen porang, harga porang kembali turun menjadi senilai Rp3.700/kg. Dia memperkirakan akan mendapat 2 ton porang. Berat satu umbi porang rata-rata 2 kg.

“Sudah saya itung, pokoknya nanti saya dapatnya Rp31 juta. Itu belum dipotong modal dan bayar pekerja [tiga orang]. Jadi jujur saja, sebenarnya masih rugi. Tapi tidak apa-apa, yang penting masih ada uang untuk menanam selanjutnya,” ujar dia.

Sukar tidak tahu pasti mengapa harga porang turun drastis. Padahal sebelumnya bisa dihargai Rp10.000/kg. Bahkan sebelum pandemi Covid-19 mencapai Rp15.000/kg.

Baca Juga: Jateng Siap Panen 1.000 Ton Sorgum

Sebatas sepengetahuannya, harga porang jatuh karena ekspor porang terhenti sehingga banyak porang yang tidak terjual. Hal itu membuat permintaan dan penawaran tidak seimbang.

“Saya sudah terlanjur basah terjun di sini [tanam porang], ya sudah tinggal saya teruskan saja. Daripada ganti lain, nanti keluar modal lagi. Sebenarnya perawatannya pun tidak sulit, cuma dikasih pupuk sedikit dan sering-sering bersihin rumput saja,” katanya.

Ditemui terpisah, petani porang senior asal Kecamatan Jatisrono, Teguh Subroto, menyampaikan tetap optimistis dengan komoditas porang meski harga belum kembali normal seperti dulu. Terlebih saat ini, komoditas porang mulai naik kembali karena pabrik pengolahan porang di Nganjuk, Jawa Timur sudah beroperasi. Perlahan tapi pasti, harga porang akan naik kembali.

Teguh menyampaikan penyebab harga porang ambles lantaran pasar ekspor porang belum stabil dan perusahaan yang mengekspor porang juga terbatas. Di sisi lain ada sejumlah syarat-syarat administrasi yang harus dipenuhi petani jika porangnya mau diekspor.

Baca Juga: Harga Jual Porang di Wonogiri Anjlok, Ini Alasannya

“Saya tetap optimistis harga porang pada tahun depan akan naik lagi. Tapi pemerintah harus turun tangan mengondisikan harga porang ini. Petani tidak bisa berbuat banyak. Saya berharap pemerintah mau menangani,” kata Teguh.

Produktivitas porang di Wonogiri pada tahun ini hanya separuh dari tahun sebelumnya. Tahun 2021 porang yang dipanen mencapai 5.000 ton.

Tahun ini berkurang banyak karena petani ada yang beralih menanam tanaman lain. Selain itu kemunculan petani porang yan baru juga sedikit.

Guna menyiasati kerugian yang terlalu besar, Teguh menyarankan para petani porang tidak terfokus hanya ke komoditas porang. Petani harus mampu membuat pupuk sendiri agar menekan biaya produksi.

Baca Juga: Hidup di Hutan Wonogiri, Slamet Bisa Untung Hingga Ratusan Juta

Selain itu, pola penanam porang dilakukan dengan cara tumpang sari dengan tanaman lain, seperti terong, cabai, tomat.

“Jadi jangan terpaku dengan porang saja. Porang itu satu komoditas, di bawahnya masih ada produk turunannya, bisa buat pupuk, tepung, lem, bahkan kosmetik,” kata Teguh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya