SOLOPOS.COM - Yanto, membersihkan banyaknya sampah di selokan mataram Pringwulung, Caturtunggal, Depok, Sleman, Minggu (18/10/2015). (Harian Jogja-Sunartono)

Selokan Mataram dikotori sampah

Harianjogja.com, SLEMAN – Selokan mataram yang membelah DIY berada di sebagian besar wilayah Sleman dipenuhi sampah. Selokan bersejarah yang dibangun Sri Sultan Hamengkubuwono IX ini justru dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah oleh orang tak bertanggungjawab.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selokan ini tidak saja penuhi sampah dedaunan tetapi juga sampah rumah tangga serta sampah pertokoan. Sampah itu dapat kita temukan dari kawasan Sinduadi, Mlati kemudian di Depok, bahkan di sejumlah titik di Kalasan sangat terlihat, mengingat air selokan mulai mengering.

Sampah itu membuat kondisi selokan kian kumuh meski di samping kiri dan kanan telah dilakukan penataan ulang sedemikian rupa melalui pelebaran jalan. Seperti yang terlihat di selokan Puren, Pringwulung, Caturtunggal, Depok.

Yanto, 50, salah satu warga Puren mengakui banyaknya sampah yang berada di selokan mataram. Kenyataan itu telah dibuktikannya dalam beberapa bulan terakhir saat ia membuat bendungan dari bambu. Tumpukan sampah terhenti di bendungan itu dibersihkan Yanto selama tiga kali dalam sehari.

Sayangnya, Yanto tidak menampung sampah itu keluar dari selokan dan hanya membebaskan sampah dari bendungan yang dibuatnya, kemudian sampah dibiarkan kembali terbawa arus ke arah timur.

”Ini berbagai macam, mulai dari sampah keluarga seperti bekas sayuran. Lalu sampah pertokoan dan warung. Sehari tiga kali saya bersihkan tapi selalu datang lagi sampahnya,” ungkapnya saat ditemui Harian Jogja sembari membersihkan bendungan dari sampah, Munggu (18/10/2015).

Yanto membendung selokan itu dengan tatanan bambu untuk dialirkan ke kolam budidaya ikan bersama kelompok tani ikan di dusunnya. ”Mungkin dari jauh-jauh yang membuang sehingga mengalir sampai sini,” ujarnya.

Banyaknya sampah di selokan mataram juga diakui Jaswadi, 54, warga Purwomartani Kalasan. Menurutnya banyak sampah ikut mengering seiring mengurangnya debit air di selokan. ”Cukup menganggu juga dengan banyak sampah,” kata warga yang tinggal di dekat selokan ini.

Pegiat lingkungan Suparlan menilai sampah kini menjadi persoalan gaya hidup. Karena itu paling efektif penanganannya adalah dengan mengelola gaya hidup masyarakat agar ramah lingkungan. ”Karena selama masih ada manusia, maka sampah akan terus ada. Harus dikelola bagaimana agar masyarakat bisa mengelola sampah dan tidak membuangnya sembarangan,” kata mantan Direktur Eksekutif Walhi Jogja ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya