SOLOPOS.COM - Johan Budi di kampus UM Surabaya, Senin (30/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Bima)

Seleksi pimpinan KPK masih diikuti Johan Budi yang menjalani wawancara hari ini.

Solopos.com, JAKARTA — Calon internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penolakan terhadap pemberian remisi atau pemotongan masa hukuman kepada terpidana kasus koruptor.

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

Dalam wawancara terbuka yang digelar oleh Panitia Seleksi Capim KPK, Johan Budi Sapto Pribowo, mengatakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang menyebabkan dampak luar biasa juga.

“Menjadi tidak adil kalau disamakan dengan pencuri ayam yang nilainya hanya Rp50.000-60.000. Jadi, korupsi, narkoba, terorisme seharusnya tidak diberi remisi karena kejahatannya sangat luar biasa,” tegas Johan Budi di Gedung Sekretariat Negara, Selasa (25/8/2015).

Dirinya juga membantah bahwa jaksa KPK tidak memperhitungkan remisi saat mengajukan tuntutan hukum kepada koruptor. Menurutnya, setiap tuntutan didasarkan pada pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Seolah-olah jaksa tidak menuntut maksimal. Jaksa itu menuntut terdakwa sesuai pasal. Semangatnya menuntut maksimal,” ujarnya.

Sementara itu, capim KPK Jimly Asshiddiqie mengusulkan pembentukan sistem tanggung jawab berdasarkan struktur jabatan untuk mencegah korupsi. “Kalau menteri, harus tanggung jawab jangan sampai eselon I korupsi, eselon I tanggung jawab eselon II, dan terus ke bawah,” tuturnya.

Meskipun atasan tersebut tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi, tetapi apabila ada bawahannya yang terjerat korupsi, atasannya harus dipecat atau mengundurkan diri. “Kalau kita ciptakan mekanisme seperti itu, saya percaya pencegahan korupsi lebih efektif,” ujar Jimly Asshiddiqie.

Mekanisme etik yang memungkinkan pejabat dipecat, lanjutnya, lebih memberikan efek jera. Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebut bahwa orang lebih takut dipecat dari pekerjaannya daripada masuk penjara.

“Di penjara remisinya banyak, setahun dua kali. Tetapi kalau mekanisme pemberhentian dengan kita efektifkan sistem etika akan punya dampak kepada beban hukum. Apalagi sekarang ini hukum kita sudah terlalu berat bebannya,” pungkasnya.

Mekanisme dan sistem tersebut, rencananya akan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Etika Penyelenggara Negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya