SOLOPOS.COM - Ilustrasi kursi jabatan (JIBI/Solopos/Dok.)

Tim inisiator revisi perda itu berencana akan melakukan revisi di beberapa poin krusial yang menjadi biang polemik selama ini.

Harianjogja.com, BANTUL-Kisruhnya proses seleksi pamong sejumlah desa di Bantul menjadi dasar utama legislator untuk merevisi peraturan daerah (perda) terkait hal itu.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Selama ini, perda yang digunakan sebagai landasan digelarnya seleksi pamong adalah Perda No 5/2016 tentang Pamong Desa. Tim inisiator revisi perda itu berencana akan melakukan revisi di beberapa poin krusial yang menjadi biang polemik selama ini. “Terutama terkait dengan proses dan mekanisme seleksi pamong,” kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Bantul Heru Sudibyo kepada wartawan, Rabu (15/2) siang.

Komisi A DPRD Bantul selaku tim inisiator revisi perda itu rencananya akan menggelar dengar pendapat bersama kalangan kepala desa dan camat se-Bantul akhir Februari mendatang, sesaat sebelum digelarnya rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Bantul terkait penjadwalan rapat paripurna revisi perda tersebut. Itulah sebabnya, sebagai materi dengar pendapat, pihaknya sudah menyiapkan beberapa skenario penting perubahan perda itu.

Dikatakannya, usulan perubahan yang cukup mendasar nantinya ada pada poin materi seleksi. Jika di perda yang sudah ada, materi seleksi dibagi atas Tes Tertulis, Tes Psikologi, dan Tes Wawancara, nantinya diusulkan akan diubah menjadi Tes Pengetahuan Pancasila dan UUD 1945, serta Tes Pengetahuan Umum.
Selain itu, jika di perda sebelumnya, jenis soal yang diujikan berupa tes esai, pihaknya mengusulkan pada perda baru nanti, diubah menjadi tes pilihan ganda. Dengan begitu, ia berharap bisa menutup ruang kecurangan dan kesalahan saat proses tes.

Begitu pula terkait dengan poin kependudukan sebagai salah satu syarat pencalonan, pun diubahnya. Jika di perda sebelumnya, calon pamong harus merupakan penduduk asli desa yang bersangkutan, kali ini akan diubahnya. “Syaratnya cukup harus WNI [warga Negara Indonesia] saja. Mengacu pada putusan MK [Mahkamah Konstitusi],” tambah Heru.

Dengan dikembalikannya syarat kependudukan pada WNI itu memang dikhawatirkannya menjadi persoalan baru. Terlebih saat Bantul akan menggelar Pemilihan Lurah (Pilur) 2018 mendatang. “Khawatirnya, kalau lurah yang terpilih nanti adalah bukan penduduk asli, dia tidak mengenal karakteristik desa yang dipimpinnya. Tapi bagaimana lagi, itu amanah MK,” cetusnya.

Sebagai antisipasinya, ia akan menambahkan pasal syarat kesepakatan formal kepada calon untuk bersedia menetap di desa yang bersangkutan jika dirinya terpilih. Dengan begitu, proses layanan publik tetap akan bisa maksimal.
Terkait hal itu Lurah Sumbermulyo Ani Widayani mengakui, polemik mengenai pemilihan pamong itu selama ini menjadi keluhan sejumlah kepala desa.

Munculnya banyak gugatan menjadi alasan utama yang membawanya bersama sejumlah lurah di Bantul untuk menggelar audiensi bersama Komisi A DPRD Bantul, Selasa (14/2) siang lalu. “Pada intinya kami ingin sharing saja mengenai semua persoalan yang selama ini terjadi di desa,” katanya saat menggelar audiensi.

Seperti diketahui, gugatan seleksi pamong beberapa waktu lalu memang berbuntut panjang. Sejumlah calon pamong desa Bantul misalnya, sempat membawa gugatannya bahkan hingga ke meja Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Pihak penggugat merasa banyak mal administrasi yang dilakukan tim seleksi,” kata Heribertus Apriadi, salah satu Kuasa Hukum dari pihak penggugat.

Saat ini, sidang perdana dengan agenda berupa pemeriksaan berkas-berkas sudah dilakukan. Adapun gugatannya sendiri ditujukan kepada pihak Kepala Desa Bantul selaku pihak yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pamong Desa.
Terkait persoalan itu pula, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Inspektorat Daerah Bantul Bambang Purwadi mengakui, dari 8 desa yang diperiksanya, kini 7 di antaranya sudah ia nyatakan selesai. Ketujuh desa itu adalah Tirtomulyo (Kretek), Trirenggo (Bantul), Temuwuh (Dlingo), Srigading (Sanden), Gadingsari (Sanden), Munthuk (Dlingo) dan Sidomulyo (Bambanglipuro). Dengan begitu, pihak Inspektorat tinggal menyisakan pemeriksaan pada desa Bantul. “Paling selesai dalam dua hari lagi,” katanya.

Sayangnya, ia menolak membeberkan hasil pemeriksaan itu. Termasuk di antaranya adalah nasib dua orang pamong terpilih di desa Temuwuh yang hingga kemarin belum terlantik. “Tunggu pernyataan Bupati Bantul saja,” kilahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya