SOLOPOS.COM - ilustrasi pabrik printing kain (JIBI/dok)

Sekolah di Sragen diwarnai dengan keluhan orang tua tentang mahalnya harga seragam di SMA N 1.

Solopos.com, SRAGEN—Harga seragam untuk peserta didik baru di SMAN 1 Sragen di atas harga rata-rata pasaran. Harga tersebut ditentukan oleh rekanan yang bekerja sama dengan PT Sragen Trading Investment (Gentrade) dan diberlakukan sama di hampir seluruh sekolah di Bumi Sukowati.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Di sisi lain, SMAN 1 Sragen juga menarik uang pengembangan sekolah dengan nilai bervariasi sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua/wali siswa. Nilai uang pengembangan itu Rp1,5 juta-Rp3,5 juta per orang kecuali untuk siswa dari keluarga tidak mampu. Setidaknya ada 16 siswa tidak mampu yang dibebaskan dari uang pengembangan itu.

Persoalan tersebut sempat membuat keberatan orang tua atau wali siswa saat rapat komite dan orang tua siswa di SMAN 1 Sragen pada Juni lalu. Harga seragam yang relatif lebih tinggi dari harga umum memberatkan beberapa orang tua siswa. Salah satu orang tua siswa yang enggan disebut namanya saat bertemu Solopos.com, Rabu (20/7/2016) sore, memprotes kebijakan penentuan harga seragam dan nilai sumbangan pengembangan yang sudah ditentukan pihak sekolah.

Ekspedisi Mudik 2024

Orang tua siswa itu sempat mempertanyakan kepada Kepala SMAN 1 Sragen Bambang Margono dan sempat bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sragen Suwandi supaya harga seragam untuk siswa baru itu direvisi menjadi harga yang wajar. Bahkan, dia sempat mengadu ke Inspektorat Daerah dan melayangkan surat kepada Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Upaya yang panjang itu pun tak membuahkan hasil hingga kini.

Dalam suratnya yang dikirim kepada Bupati Sragen per tanggal 13 Juli 2016, dia menyebut adanya indikasi pungutan uang sekolah. Dia mendasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 60/2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2016, Bab II A. Dalam ketentuan itu dijelaskan sekolah dapat menerima sumbangan dari orang tua/wali siswa dan masyarakat yang mampu untuk memenuhi kekurangan biaya yang diperlukan sekolah bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan jumlahnya maupun jangka waktu pemberiannya.

Aturan itu juga mengamanatkan kepada Pemkab untuk ikut mengendalikan dan mengawasi pungutan sekolah dan sumbangan sekolah dan sumbangan yang diterima sekolah dari masyarakat/orang tua/wali siswa tersebut dengan mengikuti prinsip nirlaba dan dikelola dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

“Dalam pelaksanaannya di sekolah, tidak hanya di SMAN 1 Sragen tetapi di sekolah lainnya, pungutan itu dikondisikan dan bersifat memaksa dengan jumlah yang ditentukan nilainya maupun waktu pembayarannya. Ini menyalahi aturan Pemendikbud tersebut. Apalagi pungutan itu untuk membayar utang pembangunan.

Padahal dalam UU No. 17/2003 Pasal 22 menyebut yang berhak mengadakan pinjaman hanya pemkab/bupati dengan persetujuan DPRD,” ujarnya.

Selain itu, dia juga menilai harga seragam di SMAN 1 Sragen lebih mahal daripada harga pasar. Atas dasar itu, dia meminta Bupati membatalkan pungutan itu.

Orang tua siswa SMAN 1 Sragen lainnya yang enggan disebut namanya tidak ingin menyoal masalah harga seragam dan uang pengembangan sekolah. Dia sudah terlanjur membayar ke sekolah. Dia ingin anaknya bisa belajar tenang di sekolah tanpa terganggu dengan masalah biaya seragam dan uang pengembangan sekolah.

Sementara itu, Kepala SMAN 1 Sragen Bambang Margono sudah menduga orang tua siswa yang keberatan dengan kebijakan harga seragam dan uang pengembangan sekolah. Bambang sebelumnya sudah menghadapi dan menjelaskan secara detail tentang ketentuan dalam daftar ulang bagi peserta didik baru. Dia menjelaskan harga seragam itu yang menentukan bukan sekolah tetapi rekanan yang ditunjuk PT Gentrade.

Bambang pun mempersilakan orang tua siswa membeli seragam langsung kepada PT Gentrade maupun rekanan pengadaan tanpa harus lewat sekolah. Dia mengakui bila dari ketentuan harga itu hanya ada laba 10% yang menjadi pendapatan dari komite sekolah.

“Harga seragam di SMAN 1 Sragen itu rata-rata sama dengan sekolah lainnya. Harga itu disesuaikan dengan harga penawaran. Ada dua penawaran dan kami memilih harga penawaran yang rendah. Kalau ada selisih dengan sekolah lain paling hanya Rp10.000-Rp15.000 saja.

Siswa di sini dapat tujuh stel seragam di sekolah lain hanya enam stel. Saya sudah sampaikan silakan kalau bisa mengubah harga itu, saya pun senang dan siap mengembalikan. Aduan ke Bupati pun sampai sekarang juga tidak ada respons,” kata Bambang saat berbincangd engan Solopos.com, Kamis (21/7/2016).

Dia mengakui bila dalam pembangunan sekolah ada utang senilai Rp610 juta kepada pihak ketiga. Dia menjelaskan utang sekolah ini disetujui komite sekolah dan dalam aturannya tidak perlu ada persetujuan Bupati atau DPRD Sragen. Nilai uang pengembangan, kata dia, memang bervariasi sesuai kekuatan ekonomi orang tua siswa. Bahkan ada yang membayar SPP hanya 50%, yakni Rp100.000/bulan.

Bambang menyampaikan SMAN 1 Sragen mendapat banyak bantuan untuk pengembangan sekolah, yakni dari dana alokasi khusus (DAK) sebanyak tiga lokal, bantuan pemerintah sebanyak empat lokal, untuk membangun sendiri sebanyak enam lokal.

“Belum lagi bantuan alumni berupa masjid dan tiga lokal senilai hampir Rp3 miliar. Ukuran ruangnya sudah disesuaikan dengan standar nasional. Belum lagi bantuan taman, kantin, dan perpustakaan,” tambahnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya