SOLOPOS.COM - Siswa SPN Dirgantara dirantai dan diborgol. (Suara.com)

Solopos.com, RIAU — Sejumlah peserta didik Sekolah Penerbangan Nusantara (SPN) Dirgantara Batam diduga mengalami kekerasan fisik, seperti ditampar, dipukul, dikurung, diikat, hingga dirantai di dalam sel berukuran 3 meter x 2 meter. Hukuman tersebut dilaksanakan di dalam lingkungan sekolah.

Dilansir dari Suara.com, Jumat (19/11/2021), kasus di SPN Dirgantara Batam mencuat setelah Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, angkat bicara. Dia menyebut sejumlah pelajar mendapatkan hukuman fisik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Secara spesifik Retno menyebut pelajar sekolah swasta itu menerima tamparan hingga kurungan. Bahkan, menurut Retno ada pelajar yang cidera karena kekerasan fisik.

Baca Juga : Viral! Pria Ini Hancurkan Semangka Seabrek, Ternyata Ini Alasannya

“Seorang siswa bisa dikurung berminggu-minggu bahkan berbulan. Tergantung kesalahannya. Dan [hukuman itu] dianggap sebagai konseling. Selain dikurung, anak-anak juga mengalami hukuman fisik, seperti pemukulan. Bahkan ada korban yang rahangnya sampai bergeser,” kata Retno, Kamis (18/11/2021).

Video dan Foto Kekerasan

Retno menceritakan kronologi pengungkapan kasus tersebut. KPAI menerima video dan 15 foto diduga peserta didik SPN Dirgantara Batam. Tayangan video menunjukkan siswa seperti dipenjara di dalam sel tahanan. Sel tersebut diduga berada di dalam lingkungan sekolah.

Tidak hanya dipenjara, pelajar tersebut juga diikat. Bahkan, ada yang dirantai pada leher dan tangan. Retno memaparkan sepuluh foto yang diterima KPAI menunjukkan 4 anak dalam ruangan tahanan berukuran 3 meter x 2 meter. Mereka bertelanjang dada. KPAI menemukan sel tahanan di lantai 4 Gedung SMK Swasta SPN Dirgantara.

Baca Juga : Misteri Gunung Merapi: Pasar Bubrah – Bunker Kaliadem, Angker Gaes!

Dalam rekaman video, anak-anak tersebut juga terlihat tertekan dan tidak banyak bicara. “Dua foto menggambarkan anak yang tangannya diborgol sebelah sehingga keduanya harus berdekatan. Lebih mengenaskan lagi, salah satu anak juga dirantai lehernya, seperti binatang,” jelas Retno.

kekerasan di spn dirgantara batam
Siswa SPN Dirgantara dirantai dan diborgol. (Suara.com)

Retno menyebut peristiwa itu bukan kali pertama terjadi di sekolah tersebut. Retno menyebut kasus serupa pernah terjadi pada 2018. Kekerasan kepada peserta didik kembali terulang pada Oktober 2021.

Retno menuturkan orang tua peserta didik melapor ke Dinas Pendidikan (Disdik) Kepulauan Riau (Kepri). Orang tua peserta didik juga membuat pengaduan ke Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Batam.

Baca Juga : Sosok Asmaul Husna, PNS Cantik Gugat Ibu Kandung Rp200 Juta

Retno menduga Disdik Kepri telah mengetahui peristiwa kekerasan tersebut, tetapi tak memberikan sanksi sehingga kejadian yang sama terulang kembali. “Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Disdik Kepri telah mengetahui pemenjaraan dan kekerasan yang diterima sejumlah peserta didik di SPN Dirgantara. Namun, sama sekali tidak memberikan sanksi pada sekolah,” ujar dia.

KPAI juga menyebut tenaga pendidik di sekolah tersebut tidak memenuhi standar nasional pendidik dan tenaga kependidikan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) merespons kondisi tersebut.

Kecam Kekerasan di Sekolah

JPPI mengecam kasus kekerasan terhadap pelajar SPN Dirgantara Kota Batam Kepri. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan kasus ini mengecewakan, terlebih terjadi di sekolah kedinasan.

Baca Juga : Curhat Ibu Kandung Digugat Anaknya si PNS Cantik Rp200 Juta

Dia juga menuding pemerintah lambat mengantisipasi hal itu. “JPPI mengecam tindakan kekerasan di sekolah yang terus berulang. Karena itu kami sangat kecewa dengan pemerintah, baik pusat maupun Dinas Pendidikan daerah yang slow respons dan tidak melakukan langkah-langkah preventif. Akibatnya terus terulang kasus kekerasan di sekolah,” kata Ubaid saat dihubungi, Jumat (19/11/2021).

Ubaid mendesak pihak terkait menginvestigasi peristiwa itu sampai menemukan aktor intelektual yang terlibat dalam kasus kekerasan tersebut. “Harus diinvestigasi. Jangan hanya memberikan sanksi bagi pelaku di lapangan. Tapi siapapun yang terlibat, baik langsung atau tidak. Diduga ini bukan pelaku tunggal karena ini bukan kasus pertama. Seringkali ada laporan di sekolah ini,” katanya.

Tindakan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan, tutur dia, harus dilakukan dari segala sisi. Upaya itu juga harus melibatkan orang tua, alumni, tokoh agama, tokoh masyarakat hingga masyarakat luas.

Baca Juga : Penipuan Online Berkedok Minyak Murah, Ibu di Depok Rugi Rp2 Miliar

“Sanksinya ya harus dengan pendekatan pendidikan yang mengubah karakter siswa. Tapi, jika ada pelaku di luar siswa, misalnya guru ya harus mendapat sanksi tegas. Bisa pidana atau dikeluarkan dari sekolah.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya