SOLOPOS.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A.)

Mendagri menyatakan fungsi Inspektorat tidak berjalan.

Solopos.com, KLATEN – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, menilai fungsi Inspektorat selama ini tak berjalan. Hal itu menyusul banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pernyataan tersebut disampaikan Mendagri saat ditemui wartawan seusai menjadi inspektur upacara dalam apel bersama di Alun-alun Klaten, Jumat (22/9/2017) pagi. Tjahjo menuturkan seluruh aparatur serta perangkat pengawasan dan penindakan sudah dilakukan termasuk kerja sama dengan KPK.

Diaa menilai mental untuk tidak melakukan tindak korupsi kembali ke masing-masing kepala daerah.

“Kalau mengatakan [pengawasan] kurang, sekarang Mendagri berbeda dengan yang dulu. Bupati dan wali kota itu dipilih langsung oleh rakyat. Hubungan kami hubungan membuat kebijakan sehingga sinkron antara pusat dan daerah. Anggaran kami yang koreksi, itu saja. Sekarang harus kontrol 24 jam supaya jangan korupsi, mana bisa. Kembali ke pribadi masing-masing. Kalau disalahkan pembinaan, kurang apalah. KPK sudah ada kepolisian dan kejaksaan juga ada,” urai dia.

Tjahjo menyoroti tak jalannya fungsi Inspektorat di daerah. Tjahjo menjelaskan jika fungsi Inspektorat bisa maksimal, KPK tak perlu turun ke daerah.

“Kalau Inspektorat di daerah jalan, KPK tidak perlu turun ke Klaten. Cukup Inspektorat saja. Ini yang mau dioptimalkan. Sebenarnya laporan [Inspektorat] ke bupati jalan, tetapi penindakannya tidak efektif. Kalau tidak bisa menindak teman sendiri, lapor ke kepolisian atau kejaksaan. Asal ada bukti yang cukup, tidak asal tuduh,” urai dia.

Apel bersama diikuti ribuan aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa. Selama hampir 30 menit, Tjahjo menyampaikan pesan kepada ribuan ASN. Mulai dari ancaman radikalisme dan terorisme, narkoba, korupsi, hingga peningkatan potensi daerah.

Soal korupsi, ia mewanti-wanti lima potensi rawan korupsi. Potensi korupsi pertama yakni dalam perencanaan anggaran. Pembahasan anggaran antara Pemkab dan DPRD diminta transparan. Kejaksaan juga diminta ikut mengawasi untuk antisipasi terjadi potensi penyelewengan saat perencanaan anggaran.

Potensi rawan kedua yakni soal dana hibah dan bantuan sosial (bansos). Tjahjo menjelaskan pemberian dana hibah dan bansos tak masalah asal tepat sasaran dengan nilai yang sesuai. “Jangan dari pemerintah atas Rp1 juta sampai desa menjadi Rp200.000. Jangan mau diajak kongkalikong,” kata dia.

Potensi rawan yang lain yakni soal retribusi dan pajak serta belanja barang dan jasa. Terakhir, ia menyampaikan potensi rawan lainnya yakni saat dilakukan promosi jabatan. “Hindari jual beli jabatan. Jangan sampai coba-coba,” kata Tjahjo disambut tepuk tangan para ASN.

Tjahjo menuturkan kedatangannya saat apel bersama ASN sudah rutin dilakukan ke setiap daerah guna mengingatkan ASN memperbaiki pelayanan ke masyarakat. Kunjungan Tjahjo ke Klaten dilakukan selang dua hari majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang membacakan vonis kepada Bupati nonaktif Klaten, Sri Hartini, yang diadili lantaran tersangkut kasus suap jabatan.

“Kalau dikait-kaitkan bisa saja. Untuk Klaten Yang sudah ya sudah. Sekarang menatap kedepan menumbuhkan mengembangkan Klaten makanya saya perlu ke sini,” ungkapnya.

Plt. Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengatakan kasus suap jabatan yang menjerat Sri Hartini menjadi pembelajaran agar kasus serupa tak terulang. Soal fungsi Inspektorat yang dinilai tak berjalan, Mulyani berjanji akan mengoptimalkan fungsi tersebut. “Ya besok akan lebih kami aktifkan lagi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya