SOLOPOS.COM - Para pengungsi di TES Balerante, Kecamatan Kemalang menyaksikan pertunjukan pantomim dari Komunitas Tatag, Teteg, Tutug Jogjakarta, Minggu (27/12/2020). (Taufiq Sidik Prakoso/Solopos)

Solopos.com, KLATEN--Puluhan anak-anak duduk rapi beralaskan tikar di bawah tenda polisi yang berdiri di halaman kantor Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Minggu (27/12/2020).

Mereka mengenakan masker menutup hidung hingga mulut sebagai salah satu upaya mencegah persebaran Covid-19.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tatapan mereka terpusat pada Banon Gautama yang siang itu hadir menghibur anak-anak di kantor Desa Balerante yang lebih dari sebulan terakhir menjadi tempat evakuasi sementara (TES) pengungsi dari lkawasan rawan bahaya (KRB) III erupsi Gunung Merapi. Di depan anak-anak, Banon menunjukkan kepiawaiannya berekspresi dan bergerak memainkan drama tanpa kata-kata atau yang kerap disebut dengan nama pantomim.

Sesekali mereka tertawa melihat aksi Banon. Tak hanya anak-anak, para lansia dan orang dewasa yang duduk rapi di teras gedung balai desa ikut terhibur. Mereka tak beranjak dari tempat duduk selama Banon tampil di bawah terik matahari.

Muncul Klaster Ponpes Di Madiun, 14 Santri Terpapar Covid-19

Suasana kian mencair ketika Banon mengajak sebagian anak berdiri di tengah halaman balai desa. Mereka diajak berpantomim bersama dengan pelatihan singkat. Riuh tepuk tangan mereka menandai pertunjukan siang itu berakhir.

Pertunjukkan pantomim yang ditampilkan Banon dari Komunitas Tatag, Teteg, Tutug Jogjakarta itu memberi hiburan dan pelepas rasa jenuh bagi para pengungsi yang sudah berada di TES sejak status Merapi naik level ke siaga pada 5 November 2020 lalu. Kegiatan itu digagas sukarelawan Sekolah Gunung Merapi bekerja sama dengan sukarelawan di TES Balerante.

Koordinator Sukarelawan Gunung Merapi, Nur Cholik, menjelaskan pertunjukan pantomim tak sekadar hiburan. Di balik gerak dan ekspresi yang ditampilkan Banon ada edukasi untuk mengajari anak-anak berekspresi, mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19, hingga meningkatkan budi pekerti.

Nur menjelaskan kegiatan yang dilakukan dengan sasaran anak-anak di tempat pengungsian Balerante itu bukan kali pertama digelar. Setidaknya, sudah ada empat kegiatan yang digelar secara rutin saban Minggu oleh Sukarelawan Sekolah Gunung Merapi dengan tema berbeda-beda setiap pertemuannya.

Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan seperti mengajari anak-anak mengenal ancaman dan bahaya Merapi, membaca data berkaitan dengan aktivitas vulkanik, serta mengenal berbagai sumber daya alam yang ada di Merapi.

Pada pekan lalu, sukarelawan mengajak anak-anak di pengungsian mengenal manfaat keberadaan Merapi.

“Selain pendampingan anak-anak mengenalkan Merapi “Karena mereka juga tumbuh di sini besar di sini, biar mereka paham ada apa sih Merapi tidak hanya bahaya tetapi juga manfaatnya. Seperti kemarin anak-anak kami ajak mengumpulkan daun dan batu di sekitar TES. Harapannya ketika krisis Merapi berakhir dan pulang mereka punya cerita,” kata Nur saat ditemui wartawan di TES Balerante.

Menggandeng Mahasiswa

Nur menjelaskan sebelum menggelar kegiatan TES di Balerante, sukarelawan yang menggandeng sejumlah mahasiswa termasuk dari jurusan psikologis dari beberapa universitas berkoordinasi dengan guru. Para guru itu adalah guru di sekolah asal anak-anak pengungsi itu.

“Kami mengobrol dengan guru dan diperoleh informasi kalau sebenarnya anak-anak ini tidak trauma. Kalau bosan iya. Karena itu kami lebih mengajak anak-anak bermain dan menambah pengetahuan,” jelas dia.

Catat Ya, Naik Mobil Pribadi Tak Wajib Jalani Rapid Tes Antigen

Lantaran hal itu, kegiatan yang dilakukan Sukarelawan Gunung Merapi lebih pada kegiatan untuk menghilangkan kejenuhan anak-anak pengungsi.

“Kami adakan kegiatan di sini juga paling tidak satu kali dalam sepekan itu anak-anak tidak ikut naik [ikut orang tua pulang ke rumah untuk mencari rumput pakan ternak]. Anak-anak ini termasuk rentan sehingga paling tidak kalau mereka tetap di sini tidak terdampak jika sewaktu-waktu ada kejadian,” kata dia.

Soal jumlah anak-anak yang mengikuti kegiatan dari sukarelawan, Nur mengatakan tak mengalami pengurangan. Setiap pekan ada 20-30 anak yang ikut kegiatan.

Salah satu anak pengungsi, Putri, 10, mengaku sudah sebulan terakhir tinggal di TES lantaran rumahnya di wilayah Dukuh Sukorejo masuk daerah rawan bahaya erupsi. “Rasanya senang bisa bermain. Baru kali ini melihat pantomim. Kalau sebelumnya ada kegiatan menggambar gunung dan mengenal bencana. Diajari juga cara cuci tangan dan mengenakan masker,” kata pelajar kelas IV SD itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya