SOLOPOS.COM - Ilustrasi merayakan Lebaran atau Idulfitri. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Bagaimana cerita sejarah Hari Raya Idulfitri atau Lebaran di Indonesia?

Lebaran merupakan salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu oleh umat muslim di Indonesia. Mereka merayakan Hari Raya Idulfitri ini dengan beraneka cara, mulai dari mudik, bersilaturahmi, berbelanja baju baru, hingga liburan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Momen satu ini juga identik dengan halalbihalal. Dalam KBBI, halalbihalal merupakan maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan. Biasanya hal ini dilakukan di sebuah tempat dalam sebuah rangkaian acara.

Menurut sejarahnya, Hari Raya Idulfitri di zaman Rasulullah SAW sedikit berbeda dengan yang dialami oleh masyarakat Indonesia saat ini.

Baca Juga:  Kenapa Lebaran Identik dengan Baju Baru?

Mengutip laman resmi Universitas Pakuan Bogor, pada zaman Rasulullah, umat muslim merayakan Hari Raya Idulfitri setelah menyelesaikan Perang Badar pada 624 Masehi atau tahun ke-2 hijriah. Hal tersebut merupakan perayaan pertama kali Hari Raya Idulfitri umat muslim.

Pada Dinasti Abbasiyah, perayaan Idulfitri dilakukan dengan rangkaian kegiatan yang meriah dan dilakukan selama tiga hari yang diakhiri dengan menyantap beraneka ragam makanan halal yang disajikan.

Baca Juga: Salat Idulfitri Zaman Belanda: Sempat Dilarang, Warga Pantang Menyerah

Dalam buku Empire of the Islamic World karya Robin Santos Doak dijelaskan, umat muslim yang berada di jalan-jalan Kota Baghdad, Irak, dihibur dengan penampilan para musisi dan penyair yang menunjukkan kebolehan mereka. Tentu saja, hiburan tersebut bernilai positif dan tidak melanggar syariat.

Lalu, bagaimana perkembangan sejarah Hari Raya Idulfitri di Indonesia?

Baca Juga: Contoh Khutbah Salat Idulfitri Singkat Tentang Silaturahmi

Hari Raya Idulfitri di Indonesia

Dijelaskan Ibnu Khordabdih dalam bukunya Al Masalik wal Mamalik, mayoritas masyarakat yang hidup di garis khatulistiwa cenderung terbuka. Hal ini cocok dengan perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sikap terbuka inilah yang membuat mereka melakukan silaturahmi dan melakukan halalbihalal saat Hari Raya Idulfitri tiba. Bahkan, Universitas Pakuan menyebut tak sedikit umat non muslim yang ikut dalam acara tersebut.

Baca Juga:  Bukan Minal Aidzin, Ini Hlo Ucapan Selamat Idulfitri yang Benar

Sejarah perayaan Hari Raya Idulfitri di Indonesia juga tercatat beragam di berbagai daerah. Salah satunya Lebaran Ketupat, yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga.

Lebaran ketupat merupakan tradisi yang ikut menyemarakkan perayaan Idulfitri masyarakat Jawa ketika itu. Sunan Kalijaga mengajarkan masyarakat Jawa untuk membuat makanan dengan bahan utama beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa. Anyaman daun ketika itu identik dengan ciri khas budaya dan seni masyarakat Jawa.

Baca Juga:  Purworejo Ternyata Pernah Jadi Ibu Kota Jawa Tengah, Begini Ceritanya

Sehingga bukan hal sulit bagi masyarakat Jawa ketika itu mengikuti apa yang diajarkan Sunan Kalijaga. Secara filosofis pun, Lebaran Ketupat juga memiliki makna yang mendalam. Kata ketupat yang berasal dari kata kupat dalam bahasa Jawa berarti mengakui kesalahan. Sehingga dalam Lebaran Ketupat pun dikenal dengan istilah sungkeman, memohon maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya