SOLOPOS.COM - Pengunjung tengah mengunjungi stan Batik Wonogiri di acara Festival Kopi dan Batik di Alun-alun Giri Krida Bakti Wonogiri, Minggu (2/10/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRIBatik Wonogiri atau lebih dikenal dengan Batik Wonogiren memiliki sejarah panjang. Ciri khas Batik Wonogiren terletak pada motif remukan yang mulanya tercipta tanpa sengaja.

Salah satu perajin sekaligus pengusaha Batik Wonogiren asal Tirtomoyo, Wonogiri, Susanto, mengatakan ciri khas Batik Wonogiren tercipta secara tidak sengaja. Kala itu, pembatik asal Wonogiri yang bekerja pada pengusaha batik di Solo membawa batik ke Tirtomoyo untuk diselesaikan di rumah.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Saat itu, perjalanan Solo-Tirtomoyo membutuhkan waktu lama. Batik yang dibawa para perajin terlalu lama di perjalanan sehingga menyebabkan warna yang belum terserap sempurna menjadi pecah-pecah.

Sejak saat itu, batik asal Wonogiri terkenal dengan motif pecah-pecah atau remukan yang sebenarnya tercipta tidak dengan sengaja.

Ekspedisi Mudik 2024

“Tapi dengan hal itu malah jadi ciri khas tersendiri. Orang jadi gampang tahu ini Batik Wonogiren, ini bukan. Itu tercipta sejak masa Mataram Islam. Sudah lama. Pionirnya orang-orang Tirtomoyo,” kata Susanto saat berbincang dengan Solopos.com di acara Festival Batik dan Kopi di Alun-Alun Krida Bakti Wonogiri, Minggu (2/10/2022).

Baca Juga: Festival Batik Wonogiren, Upaya Menjaga Warisan Nenek Moyang di Wonogiri

Menurut Susanto, Batik Wonogiri sangat berpotensi menembus pasar Internasional karena kualitas Batik Wonogiren tidak kalah dengan batik dari daerah lain. Bahkan dari sisi keunikan, Batik Wonogiren sangat lekat dengan kearifan lokal yang bisa menjadi nilai jual lebih.

Motif-motif di Batik Wonogiren terinspirasi dari lingkungan sekitar. Pangsa pasar Batik Wonogiren pun sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Batik milik Susanto dengan brand Batik Tulis Marcuet sudah mencapai ke luar Pulau Jawa. Hal itu seperti ke Sumatera, Medan, Kalimantan, bahkan banyak pesanan dari Papua. 

“Artinya, Batik Wonogiren ini banyak peminatnya. Secara kualitas, kami tidak kalah dengan yang lain seperti Solo atau daerah lain. Bahkan ketika Batik Wonogiren ini ditetapkan sebagai hak kekayaan intelektual kemarin, disebutkan bahwa Wonogiri justru paling berpotensi menjadi sentra produksi batik karena ekosistem produksi batik sudah lengkap. Mulai dari ketersediaan bahan batik, perajin, penjual, dan yang paling penting ciri khasnya ada,” jelas dia.

Baca Juga: Kenalkan Potensi Daerah ke Pengunjung Festival, Kopi Wonogiri Dibagikan Gratis

Susanto sudah berkecimpung di dunia batik sejak 2014. Di Tirtomoyo, Susanto sudah memiliki enam karyawan tetap. Susanto tetap mempertahankan batik tulis karena dinilai lebih memiliki nilai tinggi.

Harga jual baik tulis yang ia produksi mulai Rp200.000-Rp350.000, hal itu tergantung dari bahan yang digunakan. Dalam sehari ia dapat memproduksi sekitar 20 pis batik. Omzet yang ia dapat sekitar Rp30 juta/bulan.

Perajin batik yang juga pelaku usaha batik, Dian Nugroho, mengatakan Batik Wonogiren sangat mudah dikenali karena ciri khasnya yang sangat mencolok. Selain terdapat motif remukan, ciri lain dari Wonogiren sangat kental dengan kearifan lokal Wonogiri, misalnya ada motif jambu mete dan tanaman lain yang merepresentasikan Wonogiri.

Dian baru membuka usaha batik dengan brand Batik Kalimasada sejak 2021, tidak lama setelah ia lulus sebagai sarjana. Kini ia memproduksi batik dengan pewarna dari bahan-bahan alam seperti tumbuhan secang, tegeran, dan indigodera atau tarum. 

Baca Juga: 7 Kecamatan di Wonogiri Ini Jadi Sentra Batik

“Hanya, yang saya sayangkan itu mengapa di Wonogiri itu tidak ada muatan lokal tentang batik yang diajarkan di sekolah-sekolah. Padahal Wonogiri itu punya batik yang sangat khas dan itu sudah ada sejak zaman dulu,” ujar dia.

Dalam Disertasi berjudul Batik Wonogiren Estetika Berbasis Kearifan Lokal yang ditulis Sarwono, cikal bakal Batik Wonogiren berasal dari Mangkunegaran. Penamaan Batik Wonogiren bukan karena batik itu dibuat di Wonogiri melainkan pencipta Batik Wonogiren bernama Kanjeng Wonogiren atau Raden Ayu Patraningrat yang juga istri dari Bupati Wonogiri kala itu.

Dalam perkembangannya, Batik Wonogiri dipengaruhi kurangnya ketersediaan bahan baku, seperti lilin atau malam. Sehingga pengajian menyiasati dengan mengggunakan malam bekas lorodan yang berwarna kehitaman.

Penggunaan malam bekas menyebabkan bahan itu tidak meresap sempurna hingga menyebabkan mudah retak atau pecah. Pecahan garis-garis itu muncul saat proses lorod

Baca Juga: Jangan Lewatkan! Ada Band Akustik di Festival Kopi dan Batik Wonogiri

Akhirnya batik itu membentuk remukan yang tidak disadari pembuat. Namun, justru dianggap sebagai ciri khas.

“Retakan itu membentuk motif seperti dinding retak atau sayatan pada benda. Masyarakat menyebutnya batik remukan. Tapi justru banyak diminati oleh masyarakat,” Tulis Sarwono pada penelitian yang diterbitkan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo pada 2016 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya