SOLOPOS.COM - Ilustrasi sungai garuda di Sragen. (Solopos-dok)

Solopos.com, SRAGEN — Sungai Garuda di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Jateng) belakangan hari ini cukup menyita perhatian publik. Di sungai itu, fakta mengejutkan terungkap.

Anak Sungai Bengawan Solo tersebut diketahui merupakan sarang ular piron. Sudah ada tujuh ekor piton yang ditemukan di Sungai Garuda Sragen sejak 2016 hingga kini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun tahukah Anda sejarah nama sungai yang kini menjadi sarang ular piton itu?

Sejarah

Ekspedisi Mudik 2024

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, sejarah nama Sungai Garuda berawal dari nama bioskop yang pernah berdiri di barat sungai di Kampung Gerdu, Kelurahan Sragen Tengah, Kecamatan Sragen.

Kisah Warga Selo Boyolali Yang Tak Takut Erupsi Merapi: Awan Panas Itu Hal Biasa

Bioskop yang berdiri pada 1970-an dan kini sudah sirna itu bernama Garuda Theater. Garuda Theater yang bersaing dengan National Theatre kala itu fokus menayangkan film-film sekelas box office hingga film India.

"Baik National Theater atau Garuda Theater itu dibuka pada malam hari. Mulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Khusus malam Minggu ada midnight. Film midnight diputar mulai pukul 00.00 WIB, harga tiketnya bisa dua kali lipat. Tapi, ada tambahan doorprize untuk penonton. Kalau beruntung bisa membawa pulang sepeda atau kipas angin," kenang Sutiyatmoko, 60, warga Kutorejo RT 001/RW 008, Sragen Tengah, kala berbincang dengan Solopos.com, 4 Desember 2019 lalu.

Sutiyatmoko sudah tidak ingat berapa harga tiket nonton bioskop pada era 1970-an itu. Baginya, bioskop pada saat itu menjadi hiburan yang sangat mewah mengingat pada saat itu belum banyak warga yang memiliki televisi di rumah.

Kalau dihitung, dalam satu RT mungkin hanya ada satu hingga dua warga yang memiliki televisi dengan layar hitam putih. "Dalam sekali putaran, saat itu ada sekitar 200-300 penonton bioskop. Itu menunjukkan antusias warga untuk menonton bioskop pada waktu itu sangat tinggi," paparnya.

Pantas Jadi Incaran, Ternyata Segini Gaji Dirut TVRI

Jangan dibayangkan bioskop pada masa itu sensasinya sama persis dengan nonton bioskop di era sekarang. Menonton film di bioskop pada waktu itu dilakukan dengan duduk di atas kursi yang terbuat dari besi.

Pedagang asongan masih bebas keluar masuk bioskop menawarkan camilan. Karena menghuni bangunan tua, terkadang muncul kelelawar yang beterbangan di langit-langit bioskop. Tayangan layar bioskop juga terkadang tidak berjalan lancar karena ada masalah teknis.

"Kalau tayangan putus di tengah jalan yang disoraki penonton. Itu sudah biasa. Mungkin karena kasetnya rusak karena sudah sering diputar di bioskop di kota sebelumnya seperti Madiun dan Ngawi," paparnya.

Garuda Theater gulung tikar karena dianggap kurang memberikan pelayanan prima kepada penonton. "Mungkin karena menggunakan bangunan tua, Garuda Theater itu terkesan agak kumuh. Pengelola tidak memperhatikan keluhan penonton sehingga lama-lama ya ditinggalkan," papar Sutiyatmoko.

Jejak Garuda Theatre

Gedung yang semula dipakai untuk Garuda Theater tidak berbekas. Gedung itu sudah direnovasi total hingga kini dimanfaatkan sebagai toko roti, toko sepeda, toko sepatu dan tas, toko mainan anak, dan warung makan.

Korea Utara Tembak Mati Pengidap Virus Corona?

Kini, nama Garuda justru dikenal sebagai nama sungai yang berada di dekat bioskop tersebut. Sungai Garuda Sragen yang namanya diambil dari nama bioskop kini juga kondang sebagai sarang ular piton, khusunya yang berada di Kampung/Kelurahan Plumbungan, Karangmalang, Kabupaten Sragen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya