Sejarah Matematika

Sebagai guru baru yang  mengajar di sebuah sekolah di Kota Susu Boyolali, Jon Koplo harus banyak belajar tentang sekolah tersebut, mulai dari cara mengajar maupun menghafal tata letak kelasnya. Maklum, sekolah tersebut memiliki banyak ruang kelas. Gedungnya saja tiga lantai.

Hari pertama Jon Koplo mengajar, dengan penuh semangat ia menuju ke sebuah ruang kelas yang tentunya dihuni murid-murid yang baru kali pertama ia temui. Satu jam berlalu, pembelajaran berjalan lancar. Murid-murid pun menikmati cara Koplo mengajar yang komunikatif dan interaktif. Sebagai guru baru, satu jam mengoceh di kelas tentunya menghabiskan banyak tenaga. Karena merasa tenggorokannya kering, Koplo pamit ke kantor guru untuk minum.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Setelah hausnya terobati, Koplo kembali melangkah menaiki tangga, lalu memasuki kelas dan menyapa murid-muridnya.

“Bagaimana Anak-Anak? Ada yang perlu ditanyakan?” tanya Koplo dengan semangat. Kelas hening, seluruh murid diam seribu bahasa.

“Baiklah. Kalau diam berarti sudah paham ya? Sekarang kita lanjutkan materi kita…” lanjut Koplo sambil membawa penghapus hendak menghapus tulisan di papan tulis.

Tapi apa yang terjadi? Melihat tulisan di papan tulis Koplo kaget. “Mau sing tak tulis soal sejarah Kerajaan Mataram kok malih dadi itung-itungan matematika? Jangan-jangan…”

Belum hilang rasa kagetnya, tiba-tiba ada salah seorang murid bertanya, “Bapak mengajar apa? Ini pelajaran Matematika, Pak. Tadi ditinggal Bu Cempluk ke kantor sebentar.”

Mak glodhak! Koplo baru sadar kalau ia salah masuk kelas. Seharusnya ia masuk ke kelas kedua dekat tangga lantai 3, tapi ia masuk ke kelas kedua dekat tangga lantai 2. Sambil klincutan, Koplo pun meminta maaf kepada murid-murid dan langsung mak plencing, keluar kelas.

Tri Wulandari, Mulyosari RT 012/RW 002 Sambirembe, Kalijambe, Sragen 57275