SOLOPOS.COM - Ilustrasi berdoa. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Sebenarnya banyak sekali hadis yang menjelaskan tentang keutamaan malam Nisfu Syakban, lalu bagaimana sejarahnya? Agar lebih mengerti tentang Islam, simak ulasannya berikut ini.

Pada malam Nisfu Syakban yang jatuh pada nanti malam merupakan malam istimewa karena diyakini semua dosa akan dihapuskan bagi mereka yang memohon ampunan.  “Apabila tiba malam Nisfu Syakban, maka malaikat berseru menyampaikan dari Allah: adakah orang yang memohon ampun maka aku ampuni, adakah orang yang meminta sesuatu maka aku berikan permintaannya.” (HR al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Dikutip dari nu.or.id pada Selasa (6/3/2023), namun banyak pula ulama yang menilanya dha’if. Ibnu Hibban menilai shahih sebagian hadits-haditsnya dan memasukannya dalam kitab shahihnya, Shahih Ibnu Hibban. Di antaranya sebagaimana diinformasikan oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab adalah hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah ra sebagai berikut:

Artinya, “Aisyah ra berkata: “Saya kehilangan Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau berada di Baqi’ sambil mengangkat kepala ke langit”. Beliau berkata: “Apakah engkau takut engkau dizalimi oleh Allah dan Rasul-Nya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, saya menyangka engkau mendatangi sebagian istri engkau”.

Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi turun pada malam Nisfu Syakban ke langit dunia, maka Allah swt mengampunkannya lebih banyak dari bulu domba Bani Kalb.” (HR. Imam Ahmad. At-Tirmidzi berkata: “Imam Al-Bukhari mendha’ifkan hadits ini.”). (Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar bin Abdil Malik Al-Qasthalani, Al-Mawahib Al-Laduniyah, [Kairo, Maktabah At-Taufiqiyah], juz III, halaman 300).

Al-Imam Al-Qasthalani (wafat 923 H) menjelaskan sejarah adanya peringatan malam Nisfu Syakban dalam kitabnya Al-Mawahib Al-Laduniyah sebagai berikut:

Artinya, “Tabi’in tanah Syam seperti Khalid bin Ma’dan dan Makhul, mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam Nisfu Syakban. Nah dari mereka inilah orang-orang kemudian ikut mengagungkan malam Nisfu Syakban. Dikatakan, bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat (kabar atau cerita yang bersumber dari ahli kitab, Yahudi dan Nasrani yang telah masuk Islam) tentang hal tersebut.

Kemudian ketika perayaan malam Nisfu Syakban viral, orang-orang berbeda pandangan menanggapinya. Sebagian menerima, dan sebagian lain mengingkarinya. Mereka yang memgingkari adalah mayoritas ulama Hijaz, termasuk dari mereka Atha’ dan Ibnu Abi Malikah. Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari kalangan fuqaha’ Madinah menukil pendapat bahwa perayanan malam Nisfu Syakban seluruhnya adalah bid’ah. Ini juga merupakan pendapat Ashab Maliki dan ulama selainnya.”

Dari penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa dirunut dari sejarahnya, mereka yang memulai peringatan malam Nisfu Syakban adalah segolongan ulama Tabi’in daerah Syam. Dalam arti, peringatan malam Nisfu Syakban belum ada pada zaman Rasulullah dan Sahabat, baru ada pada zaman Tabi’in.

Peringatan malam Nisfu Syakban yang kini diamalkan itu dasarnya adalah mengikuti perbuatan segolongan ulama Tabi’in negeri Syam atau kini dikenal dengan negara Suriah.  Ada pun bentuk bagaimana bentuk dan teknis peringatan malam Nisfu Syakban ternyata ulama Syam berbeda pendapat.

Dijelaskan ada dua pendapat terkait itu:

Pertama, disunnahkan menghidupkan malam Nisfu Sya’ban secara jamaah di masjid.

Khalid bin Ma’dan dan Lukman bin Amir mengunakan pakaian terbaik mereka, membakar dupa (bukhur) dan pada malam itu mereka iktikaf di dalam masjid. Ishaq bin Rahawaih menyetujui atau tidak mengingkari apa yang mereka lakukan. Ia juga berkata: “Menghidupkan malam Nisfu Syakban di masjid-masjid secara berjamaah bukanlah bid’ah.” Pendapat ini di nukil oleh Harb Al-Karmani dalam kitab Masa’ilnya.

Kedua, dimakruhkan berkumpul di dalam masjid-masjid untuk menghidupkan malam Nisfu Syakban dengan salat, berdoa dan menyampaikaan kisah-kisah teladan, namun tidak dimakruhkan shalat sendiri untuk menghidupkan malam Nisfu Syakban. Ini adalah pendapat Imam Al-Auza’i, seorang imam, ahli fiqih dan alimnya negeri Syam. (Al-Qasthalani, Al-Mawahib Al-Laduniyah, juz III, halaman 301).

Dua pendapat yang disampaikan oleh Imam Al-Qasthalani dalam kitabnya Al-Mawahib Al-Laduniyah. Intinya, perbedaan pendapat ulama terkait teknis menghidupkan malam Nisfu Syakban. Sebagian ulama mengatakan sunah dikerjakan secara berjemaah, sebagian lain memakruhkan secara berjemaah, namun jika pelaksanaannya sendiri tidak makruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya