SOLOPOS.COM - Wisatawan berenang di Umbul Ponggok, Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Klaten. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Desa Ponggok terkenal dengan objek wisatanya, yaitu Umbul Ponggok. Desa Ponggok terletak di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Selain objek wisata yang telah banyak dikenal, Desa Ponggok memiliki sejarah yang menarik. Desa Ponggok berasal dari desa-desa pada masa Mataram Kuno yang memiliki air melimpah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dilansir dari laman ponggok.desa.id, Rabu (17/8/2022), Ponggok bermakna pusat, inti, sumber, jantung, nunggak semi, kelestarian yang berkaitan dengan sumber air, sumber air yang tidak pernah habis, bermanfaat untuk meditasi dan sepuh tosan aji (senjata pusaka), dan penyembuhan bagi kuda atau kerbau (sato kewan lan raja kaya; Jawa) yang sakit.

Di kawasan Umbul Sigedang Kapilaler (tak jauh dari Umbul Ponggok) bahkan pernah ditemukan beberapa arca. Temuan arca diperkirakan sebagai peninggalan masa Majapahit atau Mataram Kuno, mengingat kesejarahan desa masa itu (Wanua) bertebaran di artefak candi-candi Shiwa.

Dari informasi arkeologis dan naskah-naskah kuno ditentukan asal-usul Desa Ponggok bermakna sebagai lokasi air yang melimpah dari dalam bumi dan mengalir dari Gunung Merapi sebagai salah satu pusat kosmologi Jawa.

Baca Juga: Nikmatnya Pecel Kupluk Pak Sabar Ponggok Klaten, Telurnya Segede Piring

Air desa Ponggok yang melimpah menjadi objek kolonialisasi oleh perusahaan gula Hindia-Belanda. Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 menerapkan sistem kultivasi atau budi daya (cultuurstelsel; tanam paksa) yang mengkoloni tanah-tanah di desa pulau Jawa untuk ditanami kopi dan tebu.

Kolonisasi Eropa berakibat pada tergerusnya hak asal-usul desa, yaitu terhapusnya tanah lungguh sejak masa Pakualam V pada tahun 1877 di Surakarta dan terdesak oleh ekspansi Eropa ke perkebunan di desa-desa.

Pada tahun 1880-an komunitas borjuis di Hindia Belanda menuntut privatisasi usaha perkebunan dan perdagangan. Sumber daya air yang melimpah di Ponggok tak luput dari kolonisasi dan privatisasi air untuk sumber pengairan tanaman tebu, pemeliharaan kuda, pendirian perkantoran perusahaan gula atau olah tebu di dekat Umbul Ponggok (sekarang menjadi bagian dari bangunan sekolah dasar negeri Ponggok), perkantoran (lodge atau loji), dan jalur rel kereta pengangkut tebu.

Kalangan borjuis Hindia-Belanda yang menghisap Ponggok secara struktural melalui kebijakan pajak pada bulan Mei tahun 1918 mengalami gerakan penolakan pajak kolonial.

Baca Juga: Dekat Ponggok! Desa Jeblog Klaten Pilih Kembangkan Wisata Edukasi

Insulinde, Partai Indo-Eropa yang radikal, dan Haji Misbach (Serikat Islam Merah; Muslim-Komunis) pada awal abad ke-20 mengorganisir petani-petani di Banyudono, Ponggok, Delanggu, dan Kartosuro untuk mogok menolak pajak kolonial. Gerakan petani ini ditumpas kolonial Belanda pada tahun 1920-an.

Sekarang, Desa Ponggok telah menjadi desa yang memiliki sejumlah objek wisata umbul atau kolam renang. Sebagai desa yang memiliki air melimpah, wisata umbul cocok dengan profil desa.

Bahkan sekarang, wisata umbul di desa Ponggok menjadi favorit wisatawan, salah satunya Umbul Ponggok. Berkat wisata umbulnya, Desa Ponggok bahkan menjadi salah satu desa dengan penghasilan terbanyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya