SOLOPOS.COM - Ilustrasi ikon Kabupaten Banyumas. (Instagram/@instapurwokerto)

Solopos.com, BANYUMAS — Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang dikenal dengan sebutan kawasan Pangiyongan, memiliki sejarah yang panjang. Dilansir dari sebuah karya literasi di laman core.ac.uk, Senin (23/5/2022), Kabupaten Banyumas kali pertama didirikan oleh Raden Joko Kaiman atau dikenal dengan sebutan Adipati Mrapat.

Artikel bertajuk Banyumas sebuah Tinjauan Historis itu menyebut gelar Adipati Mrapat diberikan karena Joko Kaiman bertindak bijaksana pada saat wilayah Wirasaba dibagi menjadi embat bagian. Keempat wilayah itu adalah Kejawar, Wirasaba, Mredah, dan Banjar Patambakan. Dia lantas mendirikan kadipaten di Kejawar, Banyumas.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Wargautama II dan para pendukungnya kemudian membangun kadipaten tersebut sebagai pusat pemerintahan dengan sebutan Kadipaten Banyumas yang diperkirakan berdiri pada tanggal 6 April 1582.

Pada masa pemerintahan Inggris (1811-1816), Adipati Banyumas ke-10 mengajukan usul kepada Gubernur Jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles, agar Banyumas lepas dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat alias Keraton Solo. Namun usulan tersebut ditolak oleh Sunan Pakubuwono IV yang berujung pemberian sanksi kepada Adipati Banyumas.

Sanksi ini berupa pangkatnya diturunkan dan jabatannya sebagai adipati dicopot. Dia pun kemudian harus puas memangku jabatan sebagai Mantri Anom. Tak hanya itu saja, haknya dicabut untuk menurunkan jabatan adipatinya secara turun-temurun.

Baca Juga: Salatiga Kota Tertua di Pulau Jawa, Begini Sejarahnya

Sejak saat itu, struktur pemerintahan Kadipaten Banyumas juga diubah dan mulai dibentuk dengan adanya jabatan Wedana Adipati yang tugasnya memimpin para adipati.

Sebagai bawahan Keraton Solo, para adipati di daerah Banyumas ini setiap tahun diharuskan menghadap raja untuk mempersembahkan bulu bektinya. Sehingga tidak heran jika ada daerah kadipaten yang wilayahnya dipersempit atau bahkan dihapuskan jika menentang kehendak raja.

Perang Diponegoro

Menurut Soedjarwo (2000), saat Perang Diponegoro (1825-1830) pecah, wilayah Banyumas menjadi ajang pertempuran. Adipati Banyumas dan bawahannya yang dibawah kekuasan Keraton Surakarta diperintahkan untuk mempertahankan daerahnya dengan dibantu serdadu Belanda.

Namun sebagian masyarakat Banyumas dengan beberapa tokohnya justru menolak dan bergabung dengan pasukan Diponegoro, sehingga terjadi perang saudara. Salah satu tokoh Banyumas yang ikut pasukan Diponegoro adalah Raden Tumenggung Kertanegara III atau Raden Banyakwide.

Dengan berakhirnya Perang Diponegoro, daerah Banyumas yang semula berada di wilayah Keraton Surakarta, kemudian beralih langsung di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Pada 1831, struktur pemerintahan Banyumas dirombak total.

Sejak saat itu, wilayah Banyumas dibagi menjadi lima kadipaten yang pemerintahannya diatur oleh kaum Belanda. Pihak Belanda menunjuk Residen dan Asisten Residen untuk mengatur pemerintahan di sana.

Baca Juga: Bukan Semarang, Wilayah Rawan Banjir di Jawa Tengah Ternyata Banyumas

Sementara itu, lima kadipaten yang dimaksud adalah Banyumas, Ajibarang, Purbalingga, Banjanegara, dan Majenang. Pada 1936, Purwokerto yang sebelumnya masuk wilayah Kadipaten Ajibarang, digabungkan dengan Banyumas dan menjadi pusat kota atau ibu kota Kabupaten Banyumas dengan R.A.A Sujiman Gandasoebrata sebagai adipati.

Seiring berjalannya waktu, terjadi pula penghapusan wilayah Banyumas Raya. wilayah yang termasuk kawasan Banyumas Raya adalah Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.

Asal-Usul Nama Banyumas

Sementara itu, berdasarkan penelusuran Solopos.com dari berbagai sumber, asal-usul nama Banyumas memiliki beragam versi yang berkaitan dengan Raden Joko Kaiman atau Adipati Mrapat.

Salah satu versi ceritanya adalah disebutkan ketika rakyat sedang membangun pusat pemerintahan, ada kayu besar hanyut di Sungai Serayu.

Kayu itu berasal dari pohon “Kayu Mas” yang ada di Desa Karangjambu, Kecamatan Kejobong, Kawedan Bukateja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Anehnya, kayu tersebut berhenti tepat di lokasi pembangunan.

Baca Juga: Misteri Harimau Jawa: Sudah Punah, Tapi Diklaim Masih Ada di Jateng

Adipati Mrapat tersentuh hatinya saat melihat kejadian tersebut. Lalu diambilah kayu tersebut dan kemudian dijadikan saka guru atau pilar Balai Si Panji. Karena kayu itu berasal dari pohon Kayu Mas yang terbawa arus air, maka pusat pemerintaha yang dibangun diberi nama “Banyumas” yang berarti air dan kayu mas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya