SOLOPOS.COM - Ilustrasi kanker payudara. (Freepik)

Solopos.com, SOLO–WHO melalui Global reast Cancer Initiative (GBCI) pada Maret 2021 lalu atau selama pandemi, menargetkan angka kematian akibat kanker payudara menjadi sebesar 2,5% per tahun sampai 2040

Perwakilan Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dan juga Wakil Ketua Penyelenggara SEABCS ke-5, Ning Anhar, menyatakan untuk mencapai target WHO tersebut, maka dibutuhkan upaya ekstra keras dan kerja sama dari berbagai pihak yang melibatkan ahli di bidang kesehatan, dokter ahli onkologi, organisasi yang bergerak di bidang kanker payudara, pemerhati, serta pemangku kebijakan dari berbagai negara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dalam SEABCS ke-5, Dr. Benjamin Anderson dari GBCI merekomendasikan 3 pilar dalam tatalaksana kanker payudara. Ketiga pilar yang dimaksud yaitu promosi kesehatan untuk deteksi dini, diagnosis kanker payudara, dan tatalakasana kanker payudara yang komprehensif,” jelas Ning pada keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Rabu (25/8/2021).

Menurut Data Globocan 2020, kanker payudara di Indonesia merupakan kanker paling banyak pada perempuan dengan proporsi 16,6% dari total kasus kanker, terdapat 65.858 kasus baru dan 22.430 kematian pada tahun 2020. Bila tidak dilakukan upaya dari hulu ke hilir, dan tanpa didukung regulasi yang jelas jumlah kematian juga kasus baru akan terus naik hingga  2040.

Baca Juga:  TikTok Uji Coba Tab Shopping di AS, Kanada, dan Inggris

Ning menambahkan, salah satu advokasi mendesak pemerintah segera mengeluarkan peraturan atau panduan vaksin untuk pasien kanker payudara dengan persayaratan tertentu.

“Yayasan Kanker Payudara Indonesia [YKPI] mengimbau agar pemerintah bisa mengeluarkan rekomendasi yang pasti terkait vaksinasi pada pasien kanker. Ini juga upaya untuk menurunkan angka kematian pasien kanker payudara,” ungkapnya .

Pada keterangan yang sama, Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi), dr. Walta Gautama ST, Sp.B (K) Onk, menyebutkan target itu makin sulit dicapai karena sebagian besar pasien datang dalam stadium 3-4. Terlebih lagi, di masa pandemi terjadi penurunan kedatangan pasien ke pelayanan kesehatan secara signifikan.

“Selain itu, akibat merebaknya varian delta yang sangat menular, banyak tenaga medis yang terinfeksi sehingga pelayanan pada pasien kanker payudara terganggu. Komunikasi antara dokter dan pasien juga mengalami kendala karena dilakukan secara daring melalui telemedicine,” ungkapnya.

Di RSK Dharmais dari Maret 2020-Februari 2021, angka kematian pasien kanker payudara yang terinfeksi Covid-19 mencapai 22%. Praktik telemedicine tidak bisa maksimal karena tidak semua praktik atau profesi bisa dilakukan dengan telemedicine. Saat pemeriksaan perlu melihat langsung klinis pasien, meraba, memegang. Foto pun tidak bisa mewakili sepenuhnya, sehingga kesulitan. “Kalau saya pribadi daripada salah diagnostik, lebih baik tunda dulu hingga kondisinya memungkinkan. Bila dipaksakan bisa membahayakan pasien,” tambah dr. Walta.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya