SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Solopos.com)--Komisi IV DPRD Kota Solo meminta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bekerjasama dengan kelurahan untuk melakukan identifikasi pengangguran.

Dalam identifikasi tersebut akan dicari tahu mengenai data pengangguran, mulai dari alasan menganggur apakah karena keterbatasan lowongan ataukah karena malas serta jenis-jenis pelatihan atau pekerjaan yang diinginkan. Dipilihnya Bappeda lantaran instansi tersebut yang selama ini melakukan pendataan keluarga miskin sebagai sasaran pembangunan Pemkot Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Karena Bappeda selama ini sudah banyak melakukan pendataan semisal pendataan keluarga miskin (Gakin), kami lihat alangkah lebih baiknya apabila pendataan dilakukan secara menyeluruh. Jadi jangan hanya mencatat jumlah Gakin di Solo itu berapa namun juga dicatat berapa yang menganggur serta apa alasannya menganggur. Jika sudah bekerja apa pekerjaannya atau apakah sudah sesuai dengan keahliannya atau apakah pekerjaannya sudah layak,” tutur Ghofar, Minggu (24/7/2011).

Adanya database pengangguran baik yang terbuka maupun setengah terbuka, menurut Ghofar, sangat penting bagi Pemkot dalam merumuskan pembangunan. “Dengan adanya database pengangguran, nantinya kan Pemkot bisa membuat pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jadi harapan kami tidak seperti yang selama ini terjadi, adanya pelatihan ya hanya pelatihan tanpa memperdulikan keinginan masyarakat,” ujar Ghofar.

Begitu pun dengan lapangan kerja yang ada, sambung Ghofar, sebaiknya yang ditawarkan kepada masyarakat adalah yang sesuai dengan keinginan mereka. Sehingga, tawaran Pemkot tidak ditanggapi dingin oleh warga. Pun untuk sosialisasi lowongan kerja serta pelatihan harus benar-benar optimal sehingga bisa sampai ke masyarakat.

Terpisah, anggota komisi III DPRD, Abdullah AA meminta Pemkot lebih tegas dalam penertiban sektor informal semisal PKL maupun parkir. “Terutama parkir, bagaimana masyarakat tidak menganggap itu pekerjaan yang potensial karena berbagai macam pelanggaran selama ini tidak pernah ada sanksi tegasnya,” ujar Dullah.

Dullah menambahkan, seharusnya apabila Pemkot ingin membatasi perkembangan sektor informal, jalankan aturan yang ada dengan tegas. “Bayangkan berapa penghasilan Jukir kalau setiap narik dapat Rp 1.000 sementara Perdanya hanya Rp 500. Mereka itu kan selain dapat honor juga dapat sisa target. Artinya kalau terget sudah terpenuhi maka sisanya akan masuk di kantong. Nah, selama yang seperti ini tidak ditertibkan saya kira upaya menekan jumlah Jukir tidak akan tercapai,” ujar dia.

(aps)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya