SOLOPOS.COM - Kuli panggul menggendong kardus berisi mie di Pasar Legi, Solo, Selasa (26/4/2022). (Solopos/Siti Nur Azizah)

Solopos.com, SOLO — Nanik, seorang kuli panggul di Pasar Legi Solo, hanya bisa pasrah. Pengguna jasanya sebagai kuli panggul atau kuli gendong justru menurun menjelang Lebaran ini.

Akibatnya pendapatannya yang sedianya bisa untuk berlebaran pun ikut turun. Nanik mengatakan kenaikan harga kebutuhan pokok membuat pedagang tidak berani menyetok barang dalam jumlah banyak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Perempuan yang sudah 22 tahun menggeluti pekerjaan sebagai kuli panggul itu pun mengatakan Lebaran tahun ini tidak ada bedanya dengan hari biasa. Menurut Nanik, pada Lebaran tahun lalu bahkan sebelum pandemi cukup ramai karena tingginya permintaan stok dari pedagang.

“Sepi, apa-apa mahal, pedagang kulakannya dikit-dikit, akeh lerene [lebih banyak istirahatnya],” ucapnya ketika berbincang dengan Solopos.com, Selasa (26/4/2022) siang.

Ekspedisi Mudik 2024

Pendapatan Nanik sebagai kuli panggul di Pasar Legi Solo tidak menentu. Sejak minyak goreng langka dan harganya naik, kebutuhan pokok lain harganya ikut naik.

Baca Juga: Semrawut, Pedagang Dini Hari Pasar Legi Solo Ditata Setelah Lebaran

“Pas waktu minyak mahal, semuanya ikut mahal, terutama gandum, mi, semuanya pada naik. [Pedagang] sedikit nyetoknya, takut enggak laku, pasarnya juga sepi,” ucap perempuan yang berusia 38 itu.

Sama halnya dengan Ngatini, 42, kuli panggul asal Karanganyar itu mengaku tidak berharap banyak dengan meroketnya harga pangan saat itu. Menurutnya, penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari.

Langganan Perorangan

“Mau Lebaran, hari biasa ya sama aja, makin hari makin sepi, yang penting cukup buat makan sekeluarga udah bersyukur,” ucapnya kepada Solopos.com, Selasa.

Baca Juga: Digitalisasi Pasar Tradisional, GrabMart Diluncurkan di Pasar Legi Solo

Pendapatan kuli panggul di Pasar Legi Solo, termasuk Nanik dan Ngatini, bergantung kepada order dari distributor. Selebihnya mereka juga menawarkan jasa kepada perorangan atau pembeli.

“Kalau yang pasti dari pabrik-pabrik [distributor] itu kayak mi. Kalau pas apa-apa mahal sehari datang cuma ngangkut tiga koli. Kalau pas ramai bisa delapan lebih sehari. Kadang juga dari pembeli, bayar seikhlasnya,” ucap perempuan yang sudah 20 tahun menjadi kuli panggul itu.

Kuli panggul asal Sragen, Suyatmi, mengalami hal yang serupa. Menurunnya pendapatan menjadi hal yang tak bisa ia elakkan. “Mau gimana lagi ya kudu nerima, memang lagi sepi, harga naik terus, mau protes ya sama saja, wong kita rakyat kecil. Penginnya semua kembali lagi seperti dulu, pedagang laris, kami yang buruh juga kecipratan rezekinya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya