SOLOPOS.COM - Wujud besengek, kuliner tradisional khas Manyaran, Kabupaten Wonogiri. Foto diambil, Senin (26/9/2022). (Solopos.com/Luthfi Shobri M.)

Solopos.com, WONOGIRI — Besengek telah lama dikenal sebagai kuliner tradisional yang berasal dari Manyaran, Kabupaten Wonogiri. Makanan yang berbahan utama kacang kara benguk ini tergolong langka mengingat hanya dapat ditemukan saat hari pasaran Pon, Kliwon, dan Pahing.

Senin (26/9/2022) kebetulan hari pasaran Kliwon. Besengek dapat dengan mudah ditemui di Pasar Manyaran. Masyarakat yang berkunjung ke pasar itu dapat menemui penjaja besengek mulai dari pintu masuk pasar, baik di kanan maupun kiri jalan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasar pantauan Solopos.com, penjaja besengek di area pintu masuk itu berjumlah empat orang. Warsi, 65, warga Desa Bero, Kecamatan Manyaran, menjadi satu di antaranya.

Pagi itu, sekitar pukul 06.00 WIB, ia mengaku membawa sekitar empat kg besengek untuk dijual. Makanan berbahan utama kacang kara benguk yang telah dibumbui bahan rempah itu diwadahi panci besar. Tempe besengek bentuknya menyerupai tempe pada umumnya namun ukurannya lebih kecil.

Ekspedisi Mudik 2024

Saat pembeli datang, ia bersiap mewadahi besengek yang berada di panci untuk dialihkan ke daun jati. Jumlah per porsi tak banyak, sekitar tiga-empat tempe besengek.

Baca Juga: Sentra Kopi di Wonogiri Ternyata Ada di 8 Kecamatan, Ini Daftarnya

Setelah itu, daun jati dibungkus dan ditutup dengan biting. Seporsi besengek dijual dengan harga Rp2.000. Meski harganya terbilang murah, Warsi mengaku tetap meraup untung.

“Kalau habis besengeknya, saya bisa dapat kurang lebih Rp200.000. Itu sudah bersih. Soalnya kan enggak mesti juga, namanya dagang. Misal masih sisa, saya pastikan masih dapat untung,” ungkapnya kala berbincang dengan Solopos.com, Senin.

Warsi mengaku telah menjadi penjual tempe besengek sejak 25 tahun lalu. Selama puluhan tahun itu, ia menjual besengek sebagai mata pencaharian utama. Pilihan itu diambil lantaran dirinya sudah merasa nyaman berjualan.

Saat hari pasaran Pon dan Kliwon tiba, ia berjualan di Pasar Manyaran. Namun saat hari pasaran Pahing, ia berjualan di sekitar Tugu Manunggal, Kecamatan Manyaran. Hal itu lantaran Pasar Manyaran hanya ramai saat hari pasaran Pon dan Kliwon.

Baca Juga: 1.000 Cup Kopi Dibagikan Gratis di Festival Kopi dan Batik Wonogiri

“Apalagi saat hari pasaran Pon, penjual besengek itu banyak banget. Bisa belasan orang. Sekarang [hari pasaran Kliwon] enggak terlalu ramai sebenarnya. Sedangkan di hari selain pasaran itu saya di rumah. Sambil menyiapkan masakan besengek untuk dijual pas hari pasaran di Manyaran,” imbuhnya.

Penjual tempe besengek lainnya di Pasar Manyaran, Sagiyem, 70. Berbeda dari Warsi, Sagiyem hanya menjual besengek saat hari pasaran Pon dan Kliwon.

Perempuan lansia itu telah memulai berjualan tempe besengek sejak puluhan tahun lalu. Hingga kini, ia tak mengerti pasti kenapa kuliner tradisional khas Manyaran itu dinamai besengek.

Dalam Javanese-English Dictionary yang ditulis Elinor McCullough Clark Horne dan terbit pada 1974, besengek diartikan sebagai hidangan sayuran tertentu. Hidangan itu berfungsi sebagai pendamping nasi sebagai makanan utama.

Baca Juga: Ini Dia Cikal Bakal Penjual Nasi Tiwul di Wonogiri

Poerwadarminta dalam Bausastra Jawa juga mengartikan besengek sebagai jangan atau dalam bahasa Indonesia berarti sayuran.

Sementara Sagiyem menyebut dulunya kuliner tradisional itu dinamai tempe kuning.

“Lalu sekarang namanya besengek,” imbuhnya.

Sagiyem mengatakan, cara membuat kuliner besengek tergolong mudah. Kemudahan itu yang juga membuatnya tetap bertahan menjajakan besengek.

Baca Juga: Suasananya Adem dan Sejuk, Telaga Claket Wonogiri Sering Dikunjungi Muda Mudi

Mulanya, kacang benguk direbus dengan air sampai empuk. Setelah empuk dan ditunggu sampai dingin, kacang tersebut dicuci lalu dikukus.

Jika kukusan kacang benguk sudah panas, langkah berikutnya ialah ditumbuk sambil dicampuri meniran gaplek sebagai bumbu. Seusai tercampur merata, hasil tumbukan itu dibungkus dengan cetakan serupa tempe. Proses pembuatan itu memerlukan waktu sekitar tiga hari.

“Setelah jadi, tempe besengek dimasukkan ke dalam panci. Dimasak dengan campuran parutan kelapa, kunir, dan air secukupnya. Kalau dirasa sudah pas rasanya, kuliner besengek siap dijual,” ungkapnya.



Dalam proses penjualan kuliner besengek, yang menjadi ciri khas adalah penyajiannya yang menggunakan daun jati. Guna memeroleh daun itu, Sagiyem biasa mencari pada pohon jati yang banyak tumbuh di lingkungan sekitar rumahnya.

Baca Juga: Berikut 5 Lokasi Wisata Hutan di Wonogiri

“Pembungkusan dengan daun jati itu dinilai dapat lebih menyedapkan cita rasa kuliner besengek,” katanya.

Saat hari pasaran Pon dan Kliwon tiba, Sagiyem biasa membawa besengek sebanyak 30 kg. Ia mengaku, besengek sebanyak itu seringkali habis diburu pembeli. Padahal, waktu berjualan besengek saat hari pasaran itu dimulai pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB.

“Biasanya, besengek sebanyak 30 kg habis dijajakan ke pembeli dalam dua jam. Hasil uang yang saya peroleh, sedikitnya senilai Rp500.000,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya