SOLOPOS.COM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menjawab pertanyaan wartawan usai pelantikan dirinya, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10/2017). (Setkab.go.id)

Penyebutan “pribumi” dalam pidato Anies Baswedan dikritik Sumarsono.

Solopos.com, JAKARTA — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya resmi menduduki kursi DKI 1 setelah dilantik langsung oleh Presiden Joko Widodo Senin (16/10/2017). Namun, awal periodenya sudah diwarnai kontroversi.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Pada malam harinya, Anies menyapa warga Jakarta di Balai Kota untuk menyampaikan pidato politik pertama kali sebagai gubernur. Meski pembacaan berjalan lancar, banyak pihak mengkritik isi pidato itu. Pasalnya, Anies menyebut istilah “pribumi” yang memang rentan bias ras di mata masyarakat.

Menanggapi hal itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono mengatakan Anies Baswedan seharusnya menghindari pemakaian istilah pribumi, baik dalam forum resmi maupun tak resmi.

“Tidak hanya Pak Anies, semua pejabat negara dan kita sebagai warga Indonesia seharusnya menghindari pemakaian kata pribumi,” ujarnya, Selasa (17/10/2017).

Dia menuturkan pelarangan penggunaan kata pribumi telah diatur dalam UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras & Etnis telah meniadakan istilah pribumi atau keturunan. Yang ada hanya WNI atau warga negara Indonesia.

Dia juga menilai Anies sesungguhnya memiliki kemampuan komunikasi politik yang sangat bagus. Karena itu, dia meminta Anies menggunakan pilihan kata dan gaya bicara yang menyejukkan serta gampang dipahami.

“Saya berharap gubernur baru bisa membawa DKI Jakarta yang lebih baik, damai, dan jauh dari isu SARA. Jakarta butuh kita semua, apapun suku, agama, dan ras mereka. Pak Anies harus mampu merajutnya dan memayungi berbagai perbedaan dan kepentingan. Salam kita semua bersaudara,” ungkap Sumarsono.

Anies sendiri sudah mengklarifikasi konten pidato tersebut yang menurutnya merupakan gambaran Jakarta di era penjajahan. “Oh istilah itu digunakan untuk konteks pada saat era penjajahan, karena saya menulisnya juga pada era penjajahan dulu. Karena Jakarta ini kota yang paling merasakan,” katanya di Balai Kota, Selasa (17/10/2016).

Anies mengatakan maksud dirinya menyebut “pribumi” dalam pidatonya merupakan cara untuk mengingatkan masyarakat bahwa kota Jakarta dan rakyatnya merupakan komunitas yang paling terdampak dengan kehadiran kolonialisme.

“Kalau kota-kota lain enggak lihat Belanda deket. Yang liat Belanda jarak deket siapa? Orang Jakarta. Coba kita di pelosok-pelosok Indonesia, tahu ada Belanda. Tapi, liat depan mata? Enggak. Yang lihat depan mata itu kita yang di kota Jakarta ini,” ujarnya.

Berikut potongan isi pidato Anies yang berisi penyebutan istilah pribumi:

“Jakarta juga memiliki makna pentingnya dalam kehidupan berbangsa. Di kota ini, tekad satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa persatuan ditegakkan oleh para pemuda. Di kota ini pula bendera pusaka dikibartinggikan, tekad menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat diproklamirkan ke seluruh dunia. Jakarta adalah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya penjajah dalam kehidupan sehari-hari selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya