SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SALATIGA — Pandemi Covid-19 yang belum usai tidak menghalangi diadakannya kegiatan pengabdian masyarakat. Belum lama ini, sebagai tindak lanjut dari Program Pendampingan Desa Mitra (PPDM) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Srumbung Gunung, Dusun Poncoruso, Kabupaten Semarang, Komunitas Cipta Damai (Kocipda) Salatiga berkolaborasi dengan Desa Wisata Kreatif Perdamaian (DWKP) Srumbung Gunung menyelenggarakan Peace Camp.

Kegiatan ini dilakukan untuk menyebarkan nilai perdamaian di kalangan anak-anak muda dengan belajar 12 nilai perdamaian. Diadakan selama dua hari, Peace Camp diikuti 30 peserta yang merupakan penduduk Desa Candigaron, Desa Semanding, Desa Sandi dan Desa Trayu yang mempunyai latar belakang agama berbeda.

Rini Kartika Hudiono, S.Pd., M.A., Dosen Fakultas Interdisiplin UKSW yang juga aktivis Komunitas Cipta Damai menuturkan 6 peserta beragama Islam, 4 peserta beragama Katolik, 4 peserta beragama Kristen, 6 peserta beragama Buddha, dan 10 peserta lainnya penganut aliran kepercayaan.

12 Nilai Perdamaian

“Dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, kegiatan ini dikemas dengan menarik agar tidak membosankan. Materi mengenai Peace Generation dan dua belas nilai perdamaian diberikan dalam bentuk game, simulasi dan presentasi kelompok,” terang Rini Hudiono yang juga menjadi trainer ini.

Disampaikan Rini Hudiono lebih lanjut, peserta dibagi menjadi kelompok kecil yang terdiri dari berbagai agama dan dipimpin oleh seorang fasilitator. Dalam kelompok kecil ini, trainer memberi contoh bagaimana memahami perdamaian dengan menarik dan dapat dipahami semua peserta.

Baca Juga: Peringati HUT ke-76 Kemerdekaan RI, UKSW Siap Dukung Indonesia Maju dan Tangguh

“Sebelum peserta bisa menerima orang lain dengan perbedaan-perbedaan, mereka mendapatkan materi dan praktik untuk bisa menerima diri sendiri dan menghilangkan prasangka. Selain itu peserta juga dibekali dengan pemahaman perbedaan etnis, agama, jenis kelamin, status ekonomi, kelompok. Melalui pelatihan ini peserta juga belajar untuk menolak kekerasan, mengakui kesalahan serta memberi maaf dan melakukan rekonsiliasi. Sebagai puncaknya, peserta belajar mengenai indahnya keanekaragaman dan bagaimana mengatasi konflik,” imbuhnya.

Menyebarkan Virus Perdamaian

Salah satu sesi yang menarik adalah perang-perangan di mana melalui sesi ini peserta belajar akibat dari perpecahan. Sebagai penutup kegiatan Peace Camp, peserta melakukan presentasi menurut kreativitas masing-masing kelompok dan berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tak lupa juga diadakan doa untuk Indonesia yang diwakili masing-masing agama dan kepercayaan.

“Diakhir sesi doa bersama, semua peserta sepakat untuk menjadi agen perdamaian. Seusai mengikuti camp perdamaian ini peserta diharapkan dapat menyebarkan virus perdamaian ke orang lain dan meningkatkan kepedulian terlebih pada situasi pandemi seperti sekarang,” tegas Rini Hudiono.

Baca Juga: Virtual Tour UKSW Berikan Sensasi Jelajah Kampus di Masa Pandemi

Andi Gunawan, fasilitator dan aktivitis dari Agama Khonghucu menyampaikan bahwa kegiatan perdamaian ini berbeda dengan kegiatan perdamaian serupa lainnya.

“Dalam camp ini, peserta benar-benar belajar hal praktis untuk memahami serta menerima perbedaan. Harapannya, kegiatan serupa dapat dilakukan lebih sering di berbagai tempat. Alangkah indahnya jika manusia bisa hidup berdampingan dan peduli dalam perbedaan yang ada,” kata Andi Gunawan.

Rekomendasi
Berita Lainnya