SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA–Pengacara SBY ternyata tidak mengirimkan somasi kepada Fahri Hamzah.

Menurut Anggota Komisi III DPR, Fahri Hamzah, surat yang ia terima dari pengacara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah permintaan klarifikasi, bukan somasi.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Dijelaskan Fahri Hamzah, dalam surat pertamanya, tertanggal 17 Januari 2014 ada dua nama yakni: Palmer Situmorang dan Hafzan Taher, yang mengatasnamakan Tim Advokasi dan Konsultan Hukum Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI dan Keluarga.

Namun, surat itu hanya ditandatangani Palmer Situmorang, sementara Hafzan Taher kosong.
Menurut Fahri, dari substansi surat yang diterimanya bukanlah merupakan somasi sebagaimana yang banyak diberitakan media masa.

“Ini surat kita terima, tapi tidak ditandatangani salah satu penasehat hukum. Terus kita kembalikan, baru dikirim lagi ke saya dan ada tanda tangan keduanya,” kata Fahri.

Menurut Fahri dengan cara seperti ini, memperlihatkan jika kantor hukum Palmer Situmorang ini terlihat asal-asalan.

“Perihal surat menyebutkan: undangan klarifikasi. Ternyata di suratnya mengundang saudara Fahri Hamzah untuk mendapatkan klarifikasi pada Senin, 27 Januari 2014. Jadi ini bukan somasi, tetapi mengundang,” kata Fahri.

Lebih lanjut Fahri menjelaskan dirinya tidak datang ke kantor Palmer tersebut.

“Ini kantor hukum Palmer harus belajar hukum lagi. Tidak ada hak kantor privat mengundang orang dengan tujuan-tujuan seperti ini. Apalagi meminta anggota dewan untuk diklarifikasi. Tidak ada dasar hukumnya,” kata Fahri.

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Fahri diminta memberikan klarifikasi terkait pernyataanya di media masa. Di mana menurut Fahri, dalam kasus Hambalang, sudah jelas banyak terdakwa yang menyebut Ibas menerima uang dari proyek tersebut. Namun hingga kini, tidak ada upaya pemanggilan dari KPK.

Menurut Fahri apa yang disampaikanya merupakan bagian dari tugas konstitusionalnya sebagai anggota dewan khususnya komisi III kepada KPK.

Fahri menjelaskan sebagai anggota DPR dirinya memiliki hak imunitas yang diatur pasal 20A ayat (3) UUD 45 dan juga pasal 196 ayat (1) dan (2) UU No 27 tahun 2009 tentang MD3 yakni hak imunitas di mana anggota DPR tidak dapat dituntut karena pertanyaan, pernyataan ataupun pendapatnya terkait pelaksanaan tugasnya.

“Ini yang tak dibaca oleh tim pengacara SBY,” kata Fahri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya