SOLOPOS.COM - Peserta kirab Solo Batik Carnival (SBC) 6 melewati Jalan Slamet Riyadi, Solo, Sabtu (29/6/2013). Solo Batik Carnival 6 mengambil tema "Memayu Hayuning Bawono", yang diambil dari 4 unsur alam, yaitu air, api, tanah dan udara. (JIBI/SOLOPOS/ Maulana Surya)

Peserta kirab Solo Batik Carnival (SBC) 6 melewati Jalan Slamet Riyadi, Solo, Sabtu (29/6/2013). Solo Batik Carnival 6 mengambil tema “Memayu Hayuning Bawono”, yang diambil dari 4 unsur alam, yaitu air, api, tanah dan udara. (JIBI/SOLOPOS/ Maulana Surya)

Solopos.com, SOLO — Kritikan terhadap gelaran Solo Batik Carnival (SBC) VI 2013 terus mengalir. Salah satunya dari kalangan budayawan.  SBC VI digelar Sabtu (29/6/2013) sore.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pengamat Budaya dari UNS Solo, Tunjung W Sutirto, ketika dihubungi Solopos.com, Minggu (30/6) sore, melontarkan kritikan di bidang tema kegiatan.

“Tema yang diusung di gelaran kali ini nilai filosofisnya masih kurang dipahami. Earth to earth yang digambarkan dalam nuansa air, api, udara dan bumi ini masih umum sekali. Melihat pertunjukan Sabtu sore lalu, saya kira ada pemiskinan makna tema,” katanya.

Selain menyoal tema, Tunjung juga menyoroti soal penampilan sejumlah peserta yang dinilainya tidak ada gregetnya tersebut.

“Kita lihat sendiri, saat ini masyarakat sudah tidak mengalami demam SBC seperti awal penyelenggaraan lalu. Promosinya minim sekali. Kami prihatin sekali dengan konsep SBC 2013 ini. Yang seperti ini tidak layak kalau masuk agenda internasional,” tandasnya.

Menurut Tunjung, pihaknya kembali mempertanyakan komitmen Pemkot Solo dalam penyelenggaraan agenda budaya yang mendapat suntikan anggaran Rp70 juta ini.

“Kami terus terang bertanya-tanya dengan komitmen Pemkot saat ini. Agenda ini seharusnya semakin tahun semakin ada peningkatan dari sisi kualitas. Jangan berhenti sebagai pencitraan saja. Pemkot terkesan tidak belajar dari pengalaman yang sudah-sudah,” jelasnya.

Pihaknya mengaku pesimistis dengan eksistensi SBC ke depan dengan sistem managemen yang dinilainya eksperimental-konvensional tersebut.

“Ajang ini harusnya sudah terarah dari kegiatan pre-event paling tidak satu bulan sebelum penyelenggaraan. Saya lihat managemennya masih sangat klasik dan eksperimental. Kalau ingin agenda ini bisa berjalan, saya sarankan ada redesain, reposisi dan rekonstruksi managemen,” pungkasnya.

Salah seorang penonton, Jauhari, 30, kepada Espos selepas gelaran Sabtu lalu, mengutarakan penantiannya melihat pertunjukan tidak sebanding dengan kuantitas peserta SBC VI yang hanya diikuti 134 peserta dan tujuh peserta dari luar kota.

“Saya lihat pesertanya kali ini ternyata sedikit. Antara waktu penantian dan kenikmatan melihat pertunjukannya tidak sebanding,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya