SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sukoharjo (Espos)–Ketua MPR  Taufiq Kiemas didampingi empat orang wakil ketuanya, Melani Leimana Suharli, Hajriyanto Y Thohari, Ahmad Farhan Hamid dan Lukman Hakim Saifuddin bertemu dengan pimpinan Ponpes Ngruki, Sukoharjo, Abu Bakar Baasyir, Kamis (29/4).

Pimpinan MPR berdialog kurang lebih satu jam secara tertutup dengan Ustad Baasyir. Usai salat duhur berjamaah, para pimpinan MPR bersama Abu Bakar Baasyir baru mau memberi keterangan dalam jumpa pers singkat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ahmad Farhan Hamid mengatakan, kedatangan mereka di hari itu semata-mata untuk silaturahmi. “Ustadz Abu itu kan termasuk tokoh masyarakat. Menjadi salah satu bagian dari elemen masyarakat. Karena itulah kedatangan kami di hari ini untuk melakukan dialog, bicara yang tujuannnya demi kemajuan negara dan bangsa ke depan,” jelasnya, Kamis.

Farhan menambahkan, dengan adanya dialog mereka semua bisa saling memahami dan mempelajari satu sama lain. Kendati demikian, wakil ketua MPR tersebut tak menampik adanya beberapa pandangan yang berbeda antara mereka dengan Abu Bakar Baasyir.

Disinggung apakah pembicaraan tersebut terkait gagasan empat pilar yang disuarakan Taufiq Kiemas yaitu ideologi Pancasila, konstitusi UUD Negara RI 1945, NKRI serta Bhineka Tunggal Ika, Farhan membantahnya. Menurut dia, kunjungan itu sifatnya lebih kepada serap aspirasi dari masyarakat untuk landasan MPR bekerja ke depan.

Wakil ketua MPR lainnya, Lukman Hakim Saifuddin memberikan keterangan senada. Dia mengatakan, sangat menghormati Abu Bakar Baasyir terkait komitmennya yang besar kepada kemajuan bangsa. “Kami sangat menghargai cintanya Ustadz Abu kepada tanah air. Apalagi ketika beliau juga menyatakan tidak setuju dengan kekerasan. Statemen itu sekaligus membuktikan bahwa Al Mukmin bukanlah tempat teroris,” jelasnya.

Abu Bakar Baasyir menegaskan, agar negara bisa baik dan makmur harus mendasari dengan syariat Islam. Mengenai masalah pengeboman, Abu Bakar membenarkan bahwa dia tidak setuju. “Prinsipnya bom baru bisa dilakukan ketika Indonesia sudah diserang. Sebaliknya sekarang ini Indonesia kan diserang melalui pikiran. Nah, kalau baru seperti ini kita harus melawannya melalui dakwah,” tandasnya.

Meski tidak setuju dengan pengeboman, Abu Bakar mengatakan, dirinya tak mau menyebut pelaku sebagai teroris. Sebaliknya, mereka tetap mujahid karena sebutan teroris adalah dari negara barat.

aps

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya