SOLOPOS.COM - Suasana Jamasan Pusaka di Sitihinggil Keraton Solo, Minggu (11/9/2016) pagi. (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Keraton Solo menyambut Gerebeg Besar dengan membersihkan meriam.

Solopos.com, SOLO – Lima abdi dalem perempuan duduk tenang di sisi selatan Bangsal Sewoyono, kompleks Sitihinggil Lor Keraton Solo, Minggu (11/9/2016) pagi. Dari belakang sebuah meja besar berisi sesaji dalam wujud beragam olahan hasil bumi, mereka mengamati para abdi dalem laki-laki yang sedang bekerja membersihkan pusaka di Bangsal Manguntur Tangkil.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Bukan hanya melihat, para abdi dalem perempuan juga sesekali mengarahkan para abdi dalem laki-laki untuk membersihkan bagian tertentu yang dianggap masih kotor. Meski tahu bagian yang kotor, mereka tidak pernah turun membantu. Dalam kegiatan adat Jamasan Pusaka tersebut, abdi dalem perempuan hanya mempunyai tugas pokok menyiapkan sesaji.

Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, KPA Winarno Kusumo, menjelaskan Jamasan Pusaka merupakan kegiatan adat yang rutin digelar Keraton Solo menjelang Idul Adha. Jamasan Pusaka di kompleks Sitihinggil Lor tersebut dilakukan oleh para abdi dalem yang dibersamai oleh sentono dalem serta kerabat Keraton. Warga dan wisatawan juga diperkenankan menyaksikan langsung prosesi itu.

“Tradisi Jamasan Pusaka selalu kami gelar menjelang pelaksanaan grebeg. Kegiatan Jamasan kali ini misalnya, kami adakan sebelum penyelenggaraan Grebeg Besar yang menjadi puncak acara dari perayaan Idul Adha. Grebeg Besar akan kami adakan Selasa [13/9/2016] malam,” kata Winarno kepada Solopos.com di sela-sela Jamasan Pusaka, Minggu siang.

Winarno menerangkan kegiatan adat Jamasan Pusaka di Sitihinggil Lor kali ini menyasar pembersihan senjata Meriam yang dikenal dengan nama Nyai Setomi. Selain pusaka meriam, Keraton Solo juga membersihkan pusaka Songsong Kyai Brawijaya. Namun, Jamasan Songsong Kyai Brawijaya dilakukan secara tertutup di Langen Katong.

“Nyai Setomi merupakan pusaka berbentuk meriam yang sudah ada sejak zaman Keraton Kartasura. Ceritanya, meriam ini berpasangan. Salah satunya disimpan di musuem di Jakarta. Karena yang di Keraton adalah Nyai Setomi, berarto yang di Jakarta adalah Kyai Setomi. Boleh percata atau tidak, katanya dulu mereka ada orang yang bertapa sangat lama dan berubah,” terang Winarno.

Pantauan Solopos.com setelah Jamasan Pusaka, sejumlah masyarakat dan abdi dalem Keraton Solo yang hadir di Sitihinggil Lor langsung mengumpulkan sisa air yang digunakan untuk membersihkan pusaka. Mereka meyakini air tersebut membawa berkah tersendiri, yakni salah satunya bisa menghilangkan penyakit dari tubuh.

Salah satu warga Sragen, Handoyo, 45, sengaja datang ke Sitihinggil Lor Keraton Solo untuk membawa pulang air sisa dari kegiatan adat Jamasan Pusaka. Dia percaya air tersebut bisa menyembuhkan penyakit dan memberi keberuntungan. Handoyo mengetahui kegiatan Jamasan Pusaka dengan cara menghitung tanggal hari raya kurban.

“Sehari sebelum Idul Adha saya sempatkan ke Keraton. Perhitungan saya, mereka kemungkinan besar akan menggelar Jamasan Pusaka. Terserah yang lain percaya atau tidak, air sisa ini bisa membawa berkah tersendiri bila sudah terkana tubuh. Nanti saya bagikan ke anggota keluarga,” jelas Handoyo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya