SOLOPOS.COM - Pengamat politik dan militer, Salim Said (kanan). (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat politik dan militer, Salim Said, menulis buku yang berisi kritikan untuk Presiden Jokowi, berjudul Jokowi Menghadapi Debt Collector. 

Dalam buku tersebut, Salim Said menyebut Jokowi dikuasai beberapa kekuatan besar di sekitarnya yang berpengaruh kepada kebijakan-kebijakan yang diambil.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu kekuatan besar itu berasal dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Salim menyebut Megawati tidak tulus mendukung Jokowi sebagai Presiden RI.

Dalam perbincangan di kanal Youtube Akbar Faisal Uncencored, Salim yang mengalami masa pemerintahan sejak Orde Lama mengatakan dirinya berbincang dengan banyak tokoh senior PDIP, salah satunya mendiang Sabam Sirait.

Baca Juga: Megawati Kritik Jokowi Tapi Tetap Membela

“Saya berbicara dengan tetua-tetua PDIP, yang paling menonjol Sabam Sirait. Dia sangat terbuka, kami saling tukar informasi. Dia bilang hasil survei (2014) jika Mega menghadapi Prabowo akan kalah. Ke saya dia (Sabam) cerita ‘Sudahlah Mega, kau tidak terpilih, kau dukung saja Jokowi’,” ujar Salim menirukan ucapan almarhum Sabam Sirait seperti dikutip Solopos.com, Jumat (28/1/2022) malam..

Salim menilai Megawati mendukung Jokowi karena tidak ada pilihan lain mengingat elektabilitas politikus asal Solo itu pada 2014 tak terbendung.

Kondisi ini, menurutnya, menjadi tekanan besar bagi Jokowi selain dari sejumlah kekuatan lain yang ia sebut sebagai oligarki.  “Mega terpaksa mendukung Jokowi, tidak pernah ikhlas. Lihat saja ucapan-ucapannya misalnya si kurus. Bagi seorang pelajar politik itu statement politik. Ingat saat ada anggota PDIP, Mega tidak membela Jokowi,” nilainya.

Berdasarkan catatan Solopos.com, Presiden Ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri dan sejumlah petinggi PDIP kerap mengritik kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu terakhir.

Baca Juga: Megawati Kritik Banyak Daerah Lamban Tangani Bencana

Namun Megawati menegaskan tetap berada di belakang murid politiknya tersebut. Putri Bung Karno itu bercerita tentang dirinya menangis karena membela Jokowi.

Megawati menyebut Jokowi terus memikirkan rakyatnya bahkan sampai badannya kurus.

Awalnya, Mega berbicara terkait dirinya pernah mengunjungi Indonesia hingga pelosok yang orang-orang jarang mendengar nama daerahnya.

Dia pun menantang Jokowi untuk melakukan hal serupa.

“Saya sampe bilang ke Presiden ‘Bapak kita tarohan yo, Bapak sudah pernah ke Dobo?’ Beliau belum, makanya saya tagih janji, Dobo itu kecil, di daerah Kepulauan Maluku itu, saya pernah ke Tobelo, Jailolo,” kata Megawati dalam tayangan di YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (18/8/2021).

Megawati melakukan blusukan ke daerah pelosok itu ketika memimpin Indonesia. Hal itu dilakukan Megawati karena sebagai pemimpin harus turun ke bawah melihat nasib rakyatnya.

Baca Juga: Megawati Kritik Minimnya Sosialisasi Hak Paten

Lalu, dia pun menyinggung soal Jokowi berbadan kurus. Megawati siap membela Jokowi sekalipun di-bully banyak orang.

“Seperti sekarang beliau, saya sampe Pak Jokowi saya tangisi kenapa? Mikiri rakyat sampe badannya kurus, dan saya tidak terima bapak. Biar saja saya mau di-bully saya nggak takut, saya bilang saya dukung Pak Jokowi, mau di-bully 1.000 kali saya nggak takut,” ucapnya.

Megawati menyebut dalam merekrut pemuda-pemudi menjadi duta Pancasila tak sembarangan.

Ada sejumlah syarat yang mesti dimiliki para kader duta Pancasila, jika tidak bisa melaksanakannya diminta mundur lebih awal.

“Karena ndak mau karena mungkin ya ini kan hanya sebuah pekerjaan, ini kaderisasi politik, kalau ndak mau ya ndak popo, tapi mundur, tidak ikut duta Pancasila. Siapa mau daftar karena akan digembleng. Gemblengannya itu syaratnya adalah turun ke bawah ketemu sama rakyat, tanya penderitaannya,” ujarnya.

“Sanggupnya tapi jangan setengah hati, maka, kalau ndak sanggup sorry saya ndak siap mundur, mangga jangan jadi duta Pancasila. Ini bukan kerja gampang,” tambahnya.

Baca Juga: Salim Said Menilai Isu PKI Muncul Karena Khawatir Pelurusan Sejarah



Salim Said menilai Jokowi saat ini dikuasai oligarki. Akibat dikuasai oligarki itu, kata dia, Jokowi tidak leluasa berbuat yang terbaik untuk rakyat.

“Jokowi berutang banyak kepada kekuatan oligarki. Apa yang dihadapi Jokowi adalah pengutang-pengutang yang mengutanginya menjadi Presiden,” ujar pemikir yang hidup di tiga zaman sejak Orde Lama itu.

Wartawan senior itu memberi contoh, salah satu bentuk ketidakberdayaan Jokowi menghadapi oligarki adalah diberikannya kekuasaan yang sangat besar kepada Luhut Binsar Panjaitan.

Selain menjabat sebagai Menteri Kooordinator Maritim dan Investasi, Luhut juga mendapat banyak pekerjaan teknis seperti koordinator penanganan Covid-19 hingga proyek kereta cepat Bandung-Jakarta.

Baca Juga: Salim Said Menilai Isu PKI Muncul Karena Khawatir Pelurusan Sejarah

“Tindakan Jokowi yang aneh misalnya memberi kekuasaan yang besar kepada Luhut. Itu harus dilihat sebagai orang-orang tersebut sedang menagih utang kepada Jokowi,” ujarnya.

Penulis sejumlah buku militer dan politik itu menyebut kondisi demokrasi di Indonesia saat ini sangat buruk, bahkan mendekati era Orde Baru.

Pasalnya politik pemerintahan telah mencapai 82% dan tinggal menyisakan PKS dan Partai Demokrat sebagai oposisi.

“Kondisi sekarang tidak bagus, nyaris tidak ada oposisi. Prabowo dan Sandiaga Uno mengejutkan buat saya, bagaimana perasaan pendukung mereka yang dulu berjuang. Itu ada pimpinan PAN yang dulu ikut berjuang bersama Amien Rais tiba-tiba ikut ke pemerintahan. Itu kan parah, moral saja tidak ada,” katanya.

Baca Juga: Salim Said Sebut SBY Awali Kudeta Partai Demokrat, Mengapa?

Salim Said menuding saat ini Jokowi sedang mempraktikkan KKN yang menjadi musuh bagi reformasi. Praktik ini bisa terjadi karena secara politik, kekuatan pemerintahan hampir menyentuh angka 90 persen.

“Anak dan menantunya bisa menjadi wali kota ya karena dukungan dari partai-partai politik tadi. Ini bukan contoh yang baik. Reformasi kan melawan KKN, lah ini kok terang-terangan dipraktikkan. Anaknya (Gibran Rakabuming Raka) cuma punya pengalaman jualan martabak bisa jadi wali kota. Menantunya yang Medan tidak pernah terdengar tiba-tiba jadi wali kota. Ini konsolidasi yang melukai demokrasi di Indonesia,” sesalnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya