Lain ladang lain belalang, lain tempat lain pula bahasanya. Itulah yang dialami Jon Koplo, pemuda asal Jawa tengah yang jauh-jauh datang ke daerah Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat untuk mencari sesuap nasi.
Suatu hari ia berkunjung ke rumah Tom Gembus, teman lamanya waktu pelatihan di Jogja yang menawari kerja sebagai tenaga pengajar di sebuah perguruan tinggi di Aceh Barat. Kebetulan waktu itu sudah menjelang Magrib.
Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia
”Mbus, kalau cari musala di mana?” tanya Koplo kepada Gembus.
Gembus yang mendengar ucapan Koplo langsung mengeluarkan sepeda motornya. “Ayo tak antar,” ucapnya. Koplo pun manut saja.
Selama mbonceng, hati Koplo bingung karena diajak putar-putar kota Meulaboh. ”Weleh-weleh, mau ke musala saja ndadak putar-putar segala. Keburu waktu salatnya habis,” batin Koplo gelisah.
Setelah berputar-putar, Gembus langsung masuk ke sebuah toko swalayan yang cukup besar, lalu menuju ke stan penjualan pakaian muslim dan peralatan salat.
”Ini Plo, musalanya, bagus-bagus, silakan pilih!” kata Gembus sambil menunjuk sajadah yang dipajang di toko tersebut. Koplo kaget, namun segera menyadari kalau ada kesalahpahaman.
”Mbus, kalau di tempatku ini namanya sajadah. Kalau musala itu tempat untuk salat alias masjid kecil,” terang Koplo.
“Lha tadi katanya mau cari musala, kalau di sini ya ini yang namanya musala,” balas Gembus tak mau kalah.
Koplo hanya bisa kukur-kukur sambil nyengir menyadari perbedaan bahasa antara Aceh Barat dan Jawa Tengah.
Wintah (dosen Universitas Teuku Umar Meulaboh
Sedang melanjutkan studi di Pascasarjana Unsoed Purwokerto), Wonokeri RT 002/RW 004 Wonorejo, Wonopringgo, Pekalongan
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
