SOLOPOS.COM - Pemandangan Gunung Tidar Magelang. (Humas Pemkot Magelang)

Solopos.com, MAGELANG Aly bin Syekh Baqir atau yang dikenal dengan Syekh Subakir adalah tokoh di balik misteri Gunung Tidar yang konon dipercaya sebagai pakunya Pulau Jawa. Hal ini berkaitan dengan kisah ulama asal Rum, Persia (Iran) tersebut dalam membersihkan atmosfir gaib di Pulau Jawa.

Dihimpun dari sebuah literasi yang ada di Academia.edu, Kamis (17/3/2022), Syekh Subakir membawa batu hitam yang dia bawa dari tanah Arab yang dia tancapkan di seluruh Nusantara dan untuk Pulau Jawa, batu tersebut dia tancapkan di Gunung Tidar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Konon, batu hitam yang ditancapkan di Gunung Tidar tersebut membuat gejolak dunia gaib hingga membuat jin, setan dan mahkluk gaib lainnya penghuni Gunung Tidar mengamuk. Namun singkatnya, Syekh Subakir mampu meredam amukan para mahkluk gaib tersebut hingga akhirnya para mahkluk gaib ini meninggalkan Gunung Tidar dan mengungsi ke sisi selatan dan timur pulau Jawa.

Baca juga: Misteri Batu Hitam & Kisah Syekh Subakir Usir Jin di Gunung Tidar

Jin Ngibrit

Di sisi selatan, diperkirakan mereka menempati pantai selatan Jawa dan sisi timur, mereka menempati lereng Gunung Merapi. Tidak heran jika banyak kejadian mistis di dua kawasan tersebut. Bahkan konon berdasarkan pengalaman pendaki gunung saat mendaki Gunung Merapi sering mengalami kejadian mistis saat berada di kawasan lereng, seperti suara lengkingan tawa dan pasar hantu.

Sedangkan di kawasan pantai selatan hingga sekarang diyakini menjadi tempat berdirinya kerajaan gaib yang dipimpin oleh Nyi Roro Kidul. Tak jarang juga diadakan sejumlah ritual di kawasan tersebut. Salah satu ritual yang dilakukan adalah tradisi Labuhan, sebuah ritual yang biasa dilakukan oleh Kraton Yogyakarta yang bertujuan untuk memohon keselamatan untuk Sri Sultan Hemengkubuwono, Kraton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta.

Kesaktian Batu Hitam dari Arab

Sementara itu, berdasarkan penelusuran Solopos.com, batu hitam yang digunakan Syekh Subakir ini adalah batu dari tanah Arab yang telah dirajah. Batu dengan nama Rajah Kalacakra tersebut dipasang di tengah-tengah tanah Jawa, yaitu Gunung Tidar yang ada di Kota Magelang.

Konon, saat batu itu ditancapkan, gejolak yang ditimbulkan awalnya ada pada perbubahan alam yang drastis. Alam yang sebelumnya cerah, sejuk dengan matahari bersinar terang dan suara kicauan burung yang mendamaikan tiba-tiba berubah drastis menjadi mendung, angin kencang disertai kilat menyambar dan hujan api serta gemuruh gunung-gunung selama tiga hari dan tiga malam.

Baca juga: Kisah di Balik Ukiran Pintu Gerbang Majapahit di Pati

Gejolak inilah yang membuat para jin penunggu Gunung Tidar mengamuk dan kemudian setelah diredam amukannya, para jin, setan dan mahkluk gaib ini berbondong-bondong mengungsi dari Gunung Tidar. Selain di lereng Gunung Merapi dan pantai selatan, mereka juga mengungsi di Alas Roban dan Gunung Srandil.

Sementara itu, versi lain mengatakan bahwa yang ditancapkan Syekh Subakir di Gunung Tidar adalah sebuah tombak sakti yang merupakan pusaka Kiai Panjang. Saat ditancapkan di Gunung Tidar, tombak tersebut menciptakan hawa panas yang membuat jin, setan dan penghuni gaib lainnya di Gunung Tidar mengamuk.

Penghununi gaib, seperti jin, peri, banaspati (hantu bola api), siluman dan lainnya menyelamatkan diri karena tak kuat menahan panas yang dikeluarkan oleh tombak tersebut. Bahkan sebagian jin ada yang tewas karena tidak tahan dengan hawa panas dari tumbal yang dipasang oleh Syekh Subakir.

Baca juga: Sejarah Pembangunan Jalur Alas Roban Jawa Tengah, Hasil Kerja Paksa?

Peperangan dan Perjanjian Damai dengan Sabda Palon

Kondisi ini akhirnya membuat Sabda Palon, raja bangsa gaib yang telah 9000 tahun bersemayam di Gunung Tidar melakukan perhitungan dengan Syekh Subakir dalam peperangan selama 40 hari. Namun peperangan tersebut berakhir imbang. Akhirnya mereka berdua berinisiatif untuk membuat perjanjian damai.

Syekh Subakir saat itu menjelaskan niatnya untuk menyebarkan agama Islam di Jawa. Niat tersebut akhirnya diterima oleh Sabda Palon namun dengan syarat bahwa tidak ada pemaksaan dan ajaran Islam yang dikembangkan dalam kitab sucinya harus berdampingan dengan adat istiadat yang sudah ada

Baca juga: Rawan Kecelakaan, Jalur Tengkorak Alas Roban Angker?

Dalam hal ini, Syekh Subakir pun menerima persyaratan tersebut dan akhirnya terbentuklah perjanjian damai. Seperti yang diketahui, masyarakat Jawa yang sebelumnya adalah penganut aliran kepercayaan dan meyakini adanya tokoh-tokoh gaib yang berkuasa, saat ini mayoritas sudah memeluk agama Islam. Namun sebagian dari masyarakat Jawa, khususnya yang tradisional, masih melaksanakan tradisi leluhur yang sudah turun-temurun dilakukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya