SOLOPOS.COM - Ilustrasi tunjangan hari raya (THR). (Istimewa/Freepik).

Tunjangan hari raya atau THR secara sosial bermakna kepedulian dan kasih sayang sesama manusia. THR adalah cerminan hubungan kebaikan yang terjalin secara istikamah.

Wajar akan mengemuka penilaian atau anggapan pelit ketika menjelang hari raya Lebaran, atasan, perusahaan, atau lembaga-lembaga yang memiliki banyak tenaga kerja tidak membayarkan THR sebagaimana semestinya.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

THR keagamaan adalah pendapatan bukan upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.

Pemberian THR bagi karyawan atau pekerja atau buruh adalah tradisi rutin di Indonesia. Melalui pembayaran THR itu diharapkan para karyawan dapat memenuhi kebutuhan yang pasti meningkat ketika merayakan Lebaran.

Ada manifestasi hak dan kewajiban dalam pembayaran THR. Ketika pemahaman demikian menjadi kesadaran bersama—di kalangan pengusaha dan pekerja—semestinya tak perlu ada ribut-ribut setiap menjelang hari raya, setiap menjelang kewajiban membayar THR dan hak mendapatkan THR.

Ketika kesadaran tentang kewajiban pengusaha membayarkan THR dan hak pekerja, buruh, atau karyawan mendapakan THR memanifestasi secara baik, kedua belah akan sama-sama berkomitmen menunaikan kewajiban atas hak tersebut.

Pengusaha selalu menyiapkan diri untuk menunaikan kewajiban membayar THR. Para pekerja, karyawan, atau buruh sadar sepenuhnya untuk bekerja dengan baik agar hak mereka mendapatkan THR ditunaikan pada saatnya.

Dalam konteks sadar kewajiban dan hak itu jamak mengemuka hak-hal yang bisa menjadi masalah. Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mencatat sejumlah pabrik tekstil melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan menjelang Lebaran tahun ini.

PHK di PT Sai Apparel Industries di Kota Semarang mencakup 8.000 karyawan. PHK di PT Sinar Panca mencakup 400 karyawan. Di Jawa Barat, lebih dari100 karyawan PT Pulau Mas Texindo juga kena PHK. Pabrik itu juga menerapkan PHK pada 400 karyawan pada akhir 2023.

Sejauh ini belum ada kesepakatan antara pekerja dan manajemen perusahaan tentang kompensasi PHK menjelang Lebaran ini. Para pekerja menilai PHK menjelang Lebaran adalah upaya menghindari kewajiban membayarkan THR.

Di kalangan buruh pabrik tekstil, THR adalah adalah instrumen pendapatan utama untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat saat sebelum maupun setelah Lebaran. Ada tanggung jawab sosial dan penambahan kebutuhan yang lazim dicukupi dengan uang THR.

Kewajiban membayar THR untuk buruh, pekerja, atau karyawan diatur secara definitif. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Surat edaran itu ditandatangani pada 15 Maret 2024. Menteri Ketenagakerjaan menyatakan THR harus dibayar penuh karena kini telah lewat dari masa pandemi Covid-19. Masalah pembayaran THR selalu mengemuka setiap menjelang Lebaran karena kesadaran tentang kewajiban dan hak yang belum memanifestasi secara kuat.

Pemerintah harus benar-benar duduk di tengah. Iklim investasi dan usaha harus dijaga agar selalu baik. Pemerintah harus menjamin pemenuhan hak-hak buruh, pekerja, atau karyawan. Jangan jadikan laporan tentang kesuraman usaha sebagai pembenar tak membayarkan THR apabila tanpa transparansi finansial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya