SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Solopos.com)–Pasar Kliwon mendadak geger. Di tengah penuh sesak pembeli, warga pasar dikejutkan dengan kebakaran hebat yang melanda sejumlah kios. Kios minyak goreng milik Pak Sastro, seorang pengusaha besar, juga turut terbakar dalam peristiwa itu. Kehadiran si jago merah seolah menjadi klimaks penderitaan pedagang akhir-akhir ini, menjelang pemilihan ketua koperasi pasar. Sebelum kebakaran, pedagang sudah dibuat pusing dengan raibnya barang-barang dagangan.

Entah bersumber darimana, keesokan harinya, beredar desas-desus yang menyebutkan semua bencana disebabkan oleh ledhek. Hal itu membuat sejumlah pedagang pasar kalang kabut dan berencana meninggalkan pasar. “Ini jelas gara-gara ledhek. Buktinya sudah banyak. Kita harus segera pindah Yu,” ujar Kang Suat, pedagang skripsi bekas, kepada tetangga kiosnya, Yu Sembrung. “Kamu itu ngomong apa. Sithik-sithik kok ledhek sing disalahke. Aku ra percaya!” ujar Yu Sembrung menimpali.

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Petikan dialog itu meluncur dalam pentas Teater Peron bertajuk Isyu, di Gedung F FKIP UNS, Selasa (20/9/2011) malam. Isyu, karya pentolan Teater Gandrik, Heru Kesawa Murti, kala itu dibesut kembali oleh sutradara Yudi Dodok.

Isu pun berlanjut. Pak Sastro, yang kiosnya habis kebakaran, mendatangi sejumlah pedagang ihwal isu ledhek. “Ledhek itu tak pandang bulu. Semua pedagang, besar, kecil, bisa kena. Tapi kalau kalian pilih saya jadi ketua koperasi, saya janji semua masalah beres..beres Mbakyu,” ucap Pak Sastro dengan nada melambainya.

Pak Kanjeng, juragan batik yang juga pengin jadi ketua koperasi, ikut memanaskan persaingan dengan memberi “kenang-kenangan” pada sejumlah pedagang. “Menurut swargi eyang, rezeki harus dibagi-bagi,” dalih keturunan Kraton ini.

Mengetahui persaingan itu, Bu Mantri, yang dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal sebagai kepala pasar, lantas menjilat sana-sini untuk menaikkan posisi tawarnya di pasar.

“Pasar adalah miniatur Indonesia. Setiap menjelang pemilihan pemimpin, pasti akan ada isu-isu tak sedap dan kambing hitam untuk melanggengkan kekuasaan. Dalam hal ini, kami merepresentasikan ledhek atau ronggeng sebagai kambing hitam atas semua permasalahan pedagang. Padahal, sebenarnya ada dalang di balik semua itu,” ujar Yudi Dodok seusai pentas.

Dalam pementasan kali ini, ia juga menyelipkan ironi kehidupan kampus lewat dialog Kang Suat dengan seorang mahasiswa pencari skripsi bekas. “Cari di sini saja mas, lengkap. Wong fakultas selalu ngedrop ke sini,” ucap Kang Suat ditirukan Yudi Dodok.

Ditambahkan Yudi, pentas dengan tema serupa akan ditampilkan untuk memeringati 100 hari meninggalnya Heru Kesawa Murti, yang telah tiada awal Agustus lalu. “Sekitar bulan November, kami akan bermain dengan empat kelompok lain di Taman Budaya Surakarta (TBS), membawakan naskah-naskah beliau,” pungkasnya.

Oleh: Crisna Chanis Cara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya