SOLOPOS.COM - Ilustrasi gelombang tsunami. (Liputan6.com)

Solopos.com, JAKARTA -- Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membuat model skenario terburuk terjadinya gempa di selatan Jawa Timur dengan skala hingga 8,7 magnitudo dan menimbulkan tsunami. Harapan BMKG untuk mendapatkan respons berupa upaya penanggulangan atau mitigasi akibat potensi gempa itu dari masyarakat tak kesampaian. Yang muncul malah kegaduhan.

Kepala Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono, meminta masyarakat tak perlu panik ihwal informasi skenario tersebut. Melalui akun Twitter resminya, Jumat (4/6/2021) pukul 05.48 WIB, Daryono memberikan penjelasan terkait info tsunami Jatim yang disebutnya menyebabkan kegaduhan.

Promosi Gelar Festival Ramadan, PT Pegadaian Kanwil Jawa Barat Siapkan Panggung Emas

Dia menegaskan bahwa BMKG merilis informasi itu sebagai model skenario terburuk untuk merancang mitigasi. Namun, dia mengingatkan kepada masyarakat bahwa hal itu bukan prediksi dengan waktu presisi terjadinya gempa. Dia mengatakan model skenario terburuk yang dirilis BMKG itu seharusnya direspons dengan mitigasi dan bukan kepanikan.

"Gaduh tsunami Jatim, sebenarnya masy tdk perlu panik krn model skenario trburuk itu dibuat utk merancang mitigasi. Kpn tjdnya jg tdk ada yg tahu," tulisnya di Twitter.

Baca Juga: Gelombang Tinggi Perairan Selatan, BMKG Jogja Ingatkan Wisatawan

Daryono menambahkan potensi bencana dalam skenario model terburuk itu tidak hanya diterapkan pada wilayah Jawa Timur. Tetapi juga di banyak wilayah lain termasuk Sumatra, Lombok hingga Sumba.

"Jd respon mitigasi yg dinanti bkn kepanikan, potensi itu sama utk semua wil Sumatra, Jawa, Bali, Lombok hgg Sumba, bukan Jatim saja," lanjut Daryono.

Seperti diketahui, dalam webinar bertajuk Kajian dan Mitigasi Gempabumi dan Tsunami di Jawa Timur yang dihelat pada 28 Mei lalu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, kembali memaparkan model skenario terburuk itu. Ini dalam rangka meningkatkan mitigasi pemda dan pemangku kepentingan lainnya.

Aktivitas Gempa Meningkat

Dia mengatakan ada peningkatan aktivitas gempa di kawasan Jawa Timur dalam lima tahun terakhir. Peningkatan aktivitas itu terutama dalam bentuk gempa kecil.

"Jawa Timur itu mengalami peningkatan gempa-gempa kecil, sebelum terjadinya gempa yang 6 Magnitudo kemarin [awal April 2021]. Kami sudah curiga sejak akhir tahun," ujarnya dalam webinar tersebut.

Baca Juga: Waduh, BMKG Salah Kirim Peringatan Dini Tsunami akibat Gempa 8,5 Magnitudo, Telanjur Heboh

Oleh karena itu, Kepala BMKG mengatakan pihaknya sejak awal tahun melakukan survei. Hasilnya, aktivitas gempa meningkat menjadi rata-rata 600 kali sebulan pada 2021 dari sebelumnya rata-rata 300-400 kali. Dwikorita menjelaskan peningkatan aktivitas gempa kecil seperti itu umumnya diikuti oleh gempa dengan magnitudo besar.

"Kami susuri pantai dari Jawa Timur sampai Selat Sunda. Dari catatan sejarah, gempa di atas 7 M dan dengan skenario terburuk itu diprediksi bisa terjadi 8,7 M. Ini bisa membangkitkan tsunami, sehingga kami cek kesiapan aparat setempat, pemda setempat, dan sarana prasarana evakuasi bila terjadi tsunami," jelasnya.

Dwikorita menambahkan berdasarkan catatan sejak 2008, ada sejumlah zona kosong di antara sekian ratus titik gempa di wilayah Selatan Jatim. Zona kosong yang disebut gap seismik itu, kata dia, dikhawatirkan menjadi potensi gempa karena belum melepaskan energi.

Baca Juga: 15 Tahun Gempa Bantul, Warga Masih dengar Dentuman 6 Bulan Setelahnya

"Inilah yang kami jadikan skenario, kami ambil kemungkinan magnitudo tertinggi, kemungkinan 8,7 M. itu untuk memprediksi kejadian tsunami, ketinggian ombak, jarak masuknya...Bukan berarti kepastian ada gempa, tetapi ada tren peningkatan gempa-gempa kecil yang biasanya mengawali gempa besar," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya