SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS.COM)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS.COM)

Biasanya, kalau mau gampang dan cepat mengurus perizinan, warga tak terlalu keberatan memberikan uang lebih kepada petugas yang menguruskan. Tapi ternyata praktik ini tak selalu membuahkan hasil di Sukoharjo. Uang dalam jumlah besar sudah melayang, izin ternyata tak kunjung datang.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ny Utami masih terkenang dengan pengalaman pahitnya saat mengurus izin usaha di Sukoharjo beberapa pekan silam. Mula-mula, petugas peninjau lapangan yang datang kala itu sungguh meyakinkan. Petugas itu berseragam PNS, lengkap dengan emblem nama serta bersepatu mengkilap. “Pakai ukur-ukur tanah segala,” jelasnya kepada Solopos.com. Warga Jebres, Solo ini memang menaruh harapan besar. Dalam benaknya, yang terpikir ialah bagaimana sesegera mungkin berlari cepat membangun usahanya tanpa terkendala perizinan. Ia bahkan tak menaruh rasa curiga sama sekali ketika petugas peninjau lapangan itu memintanya uang dengan alasan keperluan administrasi. “Ia minta sekitar Rp7 juta langsung saya kasih. Saya enggak pikir aneh-aneh, yang penting urusan segera selesai,” tuturnya.

Satu bulan berlalu, Utami sabar menanti harapan itu. Sesekali ia bertanya kepada karyawannya yang ia minta mengurus perizinan itu. Namun, harapan itu sepertinya tak kunjung menjadi kenyataan. “Saya menanti hingga lima bulan lebih tapi tetap tak ada kabarnya,” ujarnya. Utami akhirnya turun tangan sendiri. Perempuan yang kerap mengurus perizinan usaha di Soloraya ini lantas meluncur ke Pemkab Sukoharjo. Ia telusuri sendiri keberadaan berkas-berkasnya di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu KPPT. Sejumlah petugas pun ia tanyai satu persatu. “Tapi, mereka [petugas] pada bilang enggak tahu,” jelasnya.

Utami langsung bisa menebak bahwa berkas perizinannya pasti terhenti di SKPD terkait. Saat itu, ia langsung teringat pengalaman masa lalunya ketika mengurus perizinan serupa di Karanganyar dan Klaten. “Aku kan sudah paham model-model ginian,” ujarnya. Ia segera telusuri berkasnya itu ke masing-masing dinas. Hingga akhirnya terlacaklah keberadaan berkasnya itu masih menumpuk di salah satu meja dinas. Dan kali ini, kembali ia didatangi salah satu pegawai berseragam PNS untuk menawarkan jasa serupa. “Saya enggak perlu sebutkan nama dinas dan pejabatnya itu. Enggak enak,” ujarnya.

Dengan berbabagi catatan dan pertimbangan, Utami akhirnya bersedia memakai jasa makelar itu. Tentu saja, bukan dengan cek kosong. “Kali ini, saya langsung yang mengawasinya. Dan memang 10 hari akhirnya perizinan selesai,” ujarnya.
Utami mengaku sudah tak ingat persis berapa uangnya yang terkuras untuk keperluan perizinan itu. Yang jelas, kata dia, di atas Rp30 juta. “Termasuk untuk ongkos jasa orang dalam, untuk pelicin juga katanya.”

Apa yang menimpa Utami, tentu bukan kasuistik. Ia sebenarnya bisa saja memperkarakan masalah itu ke ranah hukum. Namun, Utami memilih diam. “Saya anggap ini ada orang meminta-minta, lalu saya kasih uang gitu aja. Saya enggak ingin pikiran tersita terlalu banyak untuk urusan ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya