SOLOPOS.COM - Sultan Hamengkubuwono X (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Sultan Hamengkubuwono X (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

JOGJA – Seluruh fraksi yang duduk di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX tidak berpartai. Alasannya bahwa arah pembahasan RUUK DIY sudah mengerucut pada penetapan kepala daerah, artinya Sultan dan Paku Alam milik semua masyarakat Jogja.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo menerangkan bahwa semua fraksi meminta seperti itu agar kedua raja Jogja netral sebagai non partisan. “Karena ini penetapan, kita hormati Sultan dan Paku Alam milik semua masyarakat Jogja. Akan sangat bijaksana kalau mereka non partisan,” katanya kepada wartawan, Rabu (11/7/2012).

Kalau menjadi tokoh partisan, kedua pemimpin DIY orientasinya politik yang hanya untuk kepentingan satu golongan saja. Otomatis berpihak salah satu partai yang dibelanya. Dengan begitu, keistimewaan DIY tidak ada bedanya dengan daerah lain dimana pemimpinnya punya hubungan politik salah satu partai.

Meskipun dilarang untuk menjadi partisan, bukan berarti kesempatan menjadi Presiden atau Wakil Presiden tertutup. Sultan yang ditunjuk partai Golkar untuk menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Aburizal Bakrie masih bisa. “Bedakan calon eksekutif [Presiden dan Wakil Presiden] dengan partai,” imbuh anggota DPR daerah pemilihan Jawa Tengah tersebut.

Ganjar mengambil contoh, Wakil Presiden saat ini Boediono tidak perlu berpolitik untuk menjadi orang nomor dua di Indonesia. Makanya, Sultan maupun Paku Alam masih bisa menjadi pejabat eksekutif yang merupakan hak bagi setiap Warga Negara Indonesia.

Disinggung mekanisme perjanjian Sultan dan Paku Alam tidak bergabung dengan partai bisa ditempuh dengan penyampaian sikap politik dalam bentuk konvensi. Namun bila hal itu sulit ditempuh, dewan mempersilahkan melalui perjanjian tertulis. “Tapi kalau tertulis jadi sikap politik Sultan dan Paku Alam juga lebih baik,” terang Ganjar.

Adanya wacana nonpartisan ini diduga bisa menjadi tarik ulur pembahasan RUUK lebih lama lagi. Namun kalau sudah ada kesadaran seperti itu dan bisa ditempuh dengan konvensi maka RUUK tidak akan molor lagi. “Kalau dimasukin dalam RUUK dugaan saya begitu [bisa tarik ulur],” terangnya.

Sebenarnya wacana non partisan ini sudah dimunculkan DPR sudah cukup lama sejak Rapat Dengar Pendapat (RDP). Namun mendekati rampungnya RUUK DIY ini muncul lagi. Tim asistensi RUUK DIY selaku perwakilan Pemda DIY dan tim Kemendagri belum pernah membahas hal tersebut karena ranahnya bukan RUUK.

Anggota tim asistensi RUUK DIY, Achiel Suyanto menegaskan bahwa non partisan itu politik individual bukan RUUK. “Sepertinya hal itu bukan ranahnya RUUK tapi politik individual makanya kita tidak pernah membahasnya,” jelasnya.

Dikhawatirkan bila hal itu dimunculkan bisa dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) Hamengku Buwono pribadi. Sedangkan RUUK ini konteksnya adalah untuk DIY ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya