SOLOPOS.COM - Kepala Negara Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Polemik terkait Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) membelah dua elite politik Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku tengah mencari solusi atas polemik sistem pilkada tersebut.

Seperti diberitakan Solopos.com, sebagian elite politik mewacanakan pengembalian sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) secara perwakilan melalui DPRD. Di sisi lain, sebagian lain elite politik ingin mempertahankan pemilihan langsung dengan pemungutan suara seluruh rakyat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Di sisi lain, kampanye penolakan yang dilakukan sebagian elemen masyarakat atas pengembalian pilkada secara perwakilan diklaim meluas. Bahkan pada hari libur, Minggu (14/9/2014), unjuk rasa difelar di berbagai daerah di Indonesia.

“Saya tengah bekerja dan menyelesaikan suatu hal yang ditunggu oleh rakyat atau pun yang tengah dibicarakan di tingkat politik nasional, yaitu terkait sistem pilkada,” kata SBY dalam pengantarnya sebelum rapat kabinet terbatas di Istana Presiden, Jakarta, Minggu (14/9/2014).

SBY mengatakan, Jumat (12/9/2014), dirinya sempat berdiskusi soal RUU Pilkada dengan Mendagri, Gamawan Fauzi, dan Menkopolhukam, Djoko Suyanto. “Mendagri melaporkan situasi politik yang berkaitan di parlemen, berkaitan dengan sistem pilkada di masa mendatang,” ucapnya.

Saat ini, kekuatan politik terbelah menjadi dua akibat polemik RUU Pilkada yang tengah digodok DPR. SBY juga mengakui dirinya saat ini diharapkan terlibat untuk mencari solusi terkait polemik RUU Pilkada. “Saya bekerja untuk membangun opsi itu,” tegasnya.

Semangat Reformasi
Dalam 10 tahun masa pemerintahannya, SBY telah melaksanakan proses pelaksanaan pilkada yang dianggap sebagai amanat Reformasi. Dalam masa itu, terlihat keunggulan dan juga efek dari pemilihan langsung kepala daerah, karena itulah SBY mengajak semua pihak melihat kembali ke semangat reformasi dalam menentukan sistem pilkada ke depan.

Menurut SBY, ketika bangsa ini dihadapkan pada situasi harus menetapkan sistem yang paling tepat maka semangat reformasi harus dilihat kembali. Namun demikian, dia mengingatkan pentingnya melihat ekses atau penyimpangan yang terjadi. “Itulah yang harus diletakkan dalam suatu zona untuk mendapatkan kira-kira apa opsi atau solusinya yang akan kita tuangkan dalam sistem dan kemudian UU yang berlaku ke depan,” ujar SBY di Kantor Presiden.

Di tempat terpisah, Koalisi Kawal RUU Pilkada yang antara lain terdiri atas JPPR, Perludem, TI Indonesia, IBC, Fitra, Correct, dan KIPP Jakarta mengadakan aksi serempak di Jakarta, Bandung, Makassar, Banda Aceh, dan Semarang untuk menolak pilkada oleh DPRD.

“Kami dari gerakan masyarakat ingin pilkada dilakukan secara langsung,” kata Deputi Koordinator JPPR Masykurudin Hafidz saat aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu.

Mereka meminta dukungan masyarakat agar pilkada tetap dilaksanakan secara langsung dengan menggalang suara masyarakat baik secara langsung maupun dengan menandatangani petisi dalam jaringan di situs change.org. Menurut Masykurudin, petisi mereka menolak RUU Pilkada di situs change.org sudah ditandatangani oleh 50.000 orang.

Unjuk Rasa di CFD
Dalam aksi di Semarang, puluhan orang yang tergabung dalam Koalisi Semarang untuk Demokrasi (KSUD) juga menggelar demonstrasi menolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Demonstrasi itu mereka gelar di kawasan tempat sosialisasi warga, arena Car Free Day (CFD) Kota Semarang di ruas Jl. Pahlawan.

Unjuk rasa pada hari libur itu mereka isi dengan penandatanganan petisi dukungan pilkada langsung. Orang-orang yang berada CFD mereka minta mendukung petisi dengan membubuhkan tanda tangan pada selembar kain putih.

Koordinator aksi, Muhtar Said, menyangka pemilihan kepala daerah, gubernur, bupati/wali kota melalui DPRD sebagai langkah mundur. Dia langsung menghubung-hubungkan pilihan sistem pilkada itu dengan suasana terkait Pilpres 2014.

”Partai Koalisi Merah Mutih yang meminta pilkada melalui DPRD lebih mementingkan kekuasaan semata. Mereka tidak konsisten dalam mengembangkan demokrasi di Indonesia,” tuduhnya, “jangan sampai kepentingan sesaat sebagian partai politik [koalisi Merah Putih], malah mengebiri partispasi dan kedaulatan rakyat.”

Penolakan pilkada melalui DPRD juga disampaikan Sekretaris Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Eko Haryanto.

Senada, Koalisi Masyarakat Kota Bandung juga menggelar aksi menolak pilkada oleh DPRD. Aksi digelar di kawasan Dago. Koordinator aksi, Sely Martini, mengatakan aksinya itu digelar dengan cara mengumpulkan tanda tangan dari masyarakat Bandung sebagai bentuk dukungan menolak disahkannya RUU Pilkada dipilih oleh DPRD.

“Aksi ini sebagai bentuk mencari dukungan masyarakat yang menolak pilkada dipilih oleh DPRD,” katanya. Ia mengungkapkan dukungan dari masyarakat yang menolak RUU tersebut cukup banyak.

Aksi penolakan itu cukup mendapatkan respons dari masyarakat yang beramai-ramai memberikan tanda tangan dukung penolakan pilkada oleh DPRD.

Bahkan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang hadir dalam acara hari bebas kendaraan itu membubuhkan tanda tangan pada kain putih yang dibentangkan sepanjang jalan kawasan Dago. (Insetyonoto/ JIBI/Solopos/Antara/Detik)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya