SOLOPOS.COM - Ilustrasi (all-free-download.com)

Koalisi masyarakat sipil mendesak ruuDPR & pemerintah mencabut pasal yang mengancam kebebasan pers dan berekspresi di RUU KUHP.

Solopos.com, JAKARTA — Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers yang terdiri atas LBH Pers, AJI Indonesia, AJI Jakarta, SAFENET, Remotivi, MAPPI, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), mengkritik keras munculnya pasal-pasal di RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi membungkam kebebasan pers dan berekspresi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pasal-pasal itu di antaranya memuat ancaman hukuman pidana terhadap perbuatan yang dianggap menghina presiden/wakil presiden, pemerintah, fitnah, pencemaran nama baik, pengaduan fitnah, penghinaan agama, simbol negara, lembaga negara, dan kelompok lain, hingga pernyataan bermusuhan. Bahkan RUU ini juga memuat pasal-pasal yang mengancam pemberitaan yang dianggap bohong dan tidak pasti, gangguan proses pengadilan, hingga pembocoran rahasia.

Koalisi tersebut meminta masyarakat terus mengawal pembahasan RUU ini di Komisi III DPR bersama pemerintah. “Meski sempat beredar isu bahwa RKUHP akan disahkan dalam waktu dekat akan tetapi pasca desakan masyarakat sipil melalui serangkaian aksi pada akhirnya rencana pengesahan dalam waktu dekat pun ditunda,” kata Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers dalam siaran pers yang diterima Solopos.com, Selasa (13/2/2018) malam.

Poin-poin ancaman pemidanaan tersebut masih tetap dipertahankan dalam rumusan RUU KUHP, khususnya rumusan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Padahal, hal itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang mencabut pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP yang rumusannya sama dengan Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RKUHP.

Tidak hanya pasal itu, pasal penghinaan lainnya seperti penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, lembaga negara, dan lainnya juga rentan menyasar pihak-pihak mengkritik pemerintah. Hal ini disebabkan tidak jelasnya kategori perbuatan apa saja yang dianggap penghinaan atau bukan penghinaan.

“Frasa ‘penghinaan’ dalam setiap rumusan pasal menimbulkan kerancuan dan multi tafsir sehingga rentang disalahgunakan oleh aparat penegak hukum terhadap pihak yang melontarkan aspirasi dan kritiknya.”

Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers juga menilai ancaman pembungkaman itu juga menyasar kerja-kerja jurnalistik. Dalam RUU itu, pemberitaan yang dianggap bohong dan tidak pasti juga bisa dipidanakan.

Rumusan pasal yang mengatur pemidanaan terhadap siapapun yang mempublikasikan “sesuatu yang menimbulkan akibat sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan” sangat rentang mengkriminalisasi kerja-kerja jurnalistik yang menyiarkan proses persidangan. Selain itu delik mengenai penyebaran berita bohong juga berpotensi mengancam kerja pers dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk menyiarkan fenomena publik.

“Upaya-upaya mengkriminalisasi kerja-kerja publikasi oleh pers sangat tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan pers sebagaimana dijamin dan diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan diaturnya rumusan-rumusan tersebut maka apabila RKUHP ini disahkan maka berakibat terkekangnya kerja-kerja jurnalistik dalam menyiarkan suatu fenomena publik,” kata Koalisi ini.

Koalisi menilai DPR bersama Pemerintah dalam melakukan penyusunan tidak didasarkan pada Putusan Mahkamah Kosntitusi, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan UU No. 40/1999 tentang Pers.

Berdasarkan hal di atas, Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers menyatakan tiga pernyataan sikap:
1. Mendesak Pemerintah dan DPR menghormati jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sudah diatur dalam Konstitusi, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam melakukan perumusan atas pasal-pasal dalam RKUHP.
2. Meminta pemerintah dan DPR mencabut rumusan pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.
3. Meminta pemerintah dan DPR mengedepankan prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Khususnya hak kebebasan berekspresi dan berpendapat serta kebebasan pers, dlaam membuat rumusan dan ketentuan dalam RKUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya