SOLOPOS.COM - Peserta diskusi saling lempar pendapat dalam Table Talk Tantangan & Tren Bisnis Properti ke Depan yang diselenggarakan Solopos dan The Sunan Hotel Solo, di hotel setempat, Selasa (9/6/2015). (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Rumah murah di Solo mestinya bisa dsiapkan jika dilakukan pembangunan rumah vertikal.

Solopos.com, SOLO — Pengembangan rumah vertikal menjadi salah satu solusi jitu mengatasi kebutuhan tempat tinggal murah di kawasan Solo. Langkah itu dinilai strategis untuk menyiasati lahan yang semakin sempit dan harga tanah yang semakin tidak realistis.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wacana itu menguat saat Table Talk Tantangan & Tren Bisnis Properti ke Depan yang diselenggarakan Solopos dan The Sunan Hotel Solo, Selasa (9/6/2015). Branch Manger (BM) Bank Tabungan Negara (BTN) Solo, Teguh Wahyudi, mengatakan harga tanah di kawasan Solo sulit terjangkau. Hal itu menjadi hambatan pengembang untuk mendirikan rumah murah.

“Harga tanah di Solo sudah tidak mungkin ada yang Rp100.000/meter persegi. Rumah murah nanti bisa difasilitasi dengan hunian vertikal. Masalah nanti masyarakat terbiasa enggak dengan rumah susun ini,” paparnya dalam diskusi yang digelar di The Sunan Hotel Solo, Selasa.

BTN sepenuhnya mendukung program pemerintah untuk mewujudkan sejuta rumah murah. Bahkan, pihaknya juga memberikan uang muka murah sebesar 1% dan suku bunga flat 5% per tahun.

Kebutuhan akan rumah murah masih menjadi buruan masyarakat. Hal itu terlihat dari pertumbuhan kredit di sektor properti yang kini menyentuh 16,93% ketimbang Januari lalu yang mencapai 16,8%.

Ketiadaan Lahan
Sementara itu, Wakil Ketua Real Estat Indonesia (REI) Jawa Tengah (Jateng), Adib Ajiputra, mengatakan faktor utama pembangunan rumah adalah ketersediaan tanah. Tanpa adanya tanah, kebutuhan rumah tidak akan bisa terpenuhi.

Solo sangat sulit untuk membangun rumah sederhana murah. “Rumah susun kini bukan lagi tren tapi kebutuhan. Sudah tidak mungkin lagi membangun rumah sederhana di Solo, kalau pun ada itu mesti jaraknya lebih dari 10 km dan semakin menjauh,” ujar dia.

Dia menilai pendapatan masyarakat dengan kenaikan harga properti sangat tidak realistis. “Pendapatan dengan kenaikan harga ini sudah tidak nyambung. Dulu, harga rumah tipe 21 hanya Rp11 juta dengan bantuan uang muka Rp1,8 juta. Sekarang harga paling murah Rp110 juta jelas enggak nyambung dengan bantuan uang muka Rp1,8 juta,” jelasnya.

Sudah Padat
Kepala Bidang Pengendalian Ruang Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo, Harjana, mengatakan lahan di Solo sudah sangat padat. Menurutnya, solusi terbaik memang membangun perumahan vertikal, baik rusun sewa atau milik.

Pemkot juga telah menerbitkan Perwali No. 12-A/2014 tentang Pertelaan, Sertifikat Laik Fungsi, dan Akta Pemisahan Rumah Susun. Perwali itu mengatur tentang pengelolaan hunian vertikal, terutama yang menjadi milik bersama. “Rumah tapak saat ini sangat banyak dan nanti marak apartemen. Kami sudah mengantisipasi dengan regulasi terlebih dahulu,” ujarnya.

Sementara itu, Director of Marketing Communication The Sunan Hotel Solo, Retno Wulandari, berharap diskusi tersebut membuka mata stakeholder untuk menemukan solusi bersama. “Ini menjadi momentum di mana stakeholder bisa berbincang bersama dengan pengembang, pemerintah, dan perbankan,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya