Solopos.com, JAKARTA– Sekretaris kabinet (Seskab) Dipo Alam buka suara mengenai asal mula penerbitan PP No 20 tentang rumah bagi mantan Presiden dan Wapres. Dipo menyebut harga rumah pagu di atas Rp20 miliar itu untuk memenuhi permintaan mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK).
Menurutnya, penerbitan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden (Wapres) tidak terkait dengan masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan berakhir pada 20 Oktober mendatang,
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Penerbitan PP tersebut, menurutnya, karena Presiden SBY mengakomodir permintaan mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla yang tidak bisa dipenuhi dalam ketentuan sebelumnya, yaitu Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004
“Dalam Keppres No. 81/2004 itu ada batas nilai pengadaan rumah bagi mantan Presiden dan/atau mantan Wapres, yaitu maksimal Rp 20 miliar. Sementara harga rumah yang diminta Pak Jusuf Kalla di atas Rp 20 miliar,” kata Seskab Dipo Alam, seperti dilansir laman Seskab, Minggu (15/6/2014)
Dipo menegaskan walaupun dalam Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2007 diatur bahwa penyesuaian terhadap nilai rumah dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (4)), dengan memperhatikan tingkat laju inflasi dan kelayakan rumah, namun Menteri Keuangan pada saat itu (Agus Martowardoyo), tidak berkenan untuk menetapkan nilai rumah melebihi batas nilai yang telah ditetapkan dalam Perpres Nomor 88 Tahun 2007, yaitu sebesar maksimal Rp20 miliar.
“Pertimbangan Menteri Keuangan tidak berkenan adalah karena Perpres Nomor 88 Tahun 2007 telah menetapkan batas nilai maksimal, juga tidak ada kriteria yang jelas mengenai kelayakan rumah bagi mantan Presiden dan/atau mantan Wakil Presiden, sehingga sulit untuk menetapkan nilai yang wajar,” paparnya.
Seskab menegaskan, Perpres Nomor 52 Tahun 2014 yang ditandatangani oleh Presiden SBY pada 2 Juni 2014, dalam jangka pendek menjadi dasar hukum yang tegas bagi pengadaan rumah mantan wapres Jusuf Kalla yang telah berakhir masa tugasnya sejak tahun 2009, dan masih terkendala pelaksanaan penyediaannya.
“Karena beliau berakhir tugas tahun 2009, maka kewajiban penyediaan tersebut utamanya merupakan tugas presiden 2009-2014, dan tidak selayaknya dibebankan kepada Presiden berikutnya,” tegas Dipo.