SOLOPOS.COM - Suasana Kompleks Gedoeng Djoeang ‘45, Jl. Mayor Sunaryo, Kelurahan Kedunglumbu, Pasar Kliwon, Solo, Jumat (20/9/2019). (Solopos-Mariyana Ricky P.D.)

Solopos.com, SOLO — Kota Solo memilliki daftar bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang cukup banyak dengan usia yang mencapai ratusan tahun. Bangunan itu baik yang dibangun oleh pemerintah dan orang Belanda maupun dibangun penguasa lokal namun memiliki arsitektur Eropa atau Belanda.

Villa Park Banjarsari misalnya, merupakan kawasan perumahan elite yang dibangun KGPAA Mangkunagoro VI (1896-1916) untuk disewakan kepada orang-orang Belanda. Di kawasan itu dulu ada puluhan rumah dengan gaya arsitektur Belanda.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kini kawasan itu menjadi ruang publik berupa taman dengan pepohonan yang rindang dan asri. Sedangkan bangunan bergaya arsitektur Belanda yang memang dibangun oleh pemerintah maupun orang Belanda juga cukup banyak di Solo.

Bangunan-bangunan yang masuk daftar peninggalan Belanda di Solo itu masih berdiri kokoh. Kebanyakan dari struktur batu dengan jendela-jendela besar dan tinggi yang memberi kesan megah dan mewah. Sebagian bangunan itu ada dimanfaatkan untuk perkantoran, museum, galeri, maupun tempat rekreasi.

1. Benteng Vastenburg

Benteng ini dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Belanda, Jenderal Baron Van Imhoff, pada 1745 atau berumur sama dengan umur Kota Solo yakni 277 tahun dan masih berdiri kokoh.

Baca Juga: DPUPR Solo Susun Amdal Kawasan Benteng Vastenburg, untuk Apa Ya?

Sempat mangkrak selama bertahun-tahun dan hampir tak pernah terjamah tangan manusia, pengelolaan benteng bersejarah itu akhirnya jatuh ke tangan Pemkot Solo pada 2016. Berdasarkan informasi di laman surakarta.go.id, bangunan ini digunakan untuk tempat mengawasi kinerja Keraton Solo sebagai pemerintah yang berkuasa pada masa itu.

bangunan peninggalan belanda di solo
Pintu gerbang utama Benteng Vastenburg di Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah. Benteng peninggalan Belanda itu kini dalam status telantar. (Solopos.com/Nicolous Irawan)

Benteng peninggalan Belanda di Solo ini dikelilingi parit di sisi luar tembok untuk melindungi jembatan di pintu depan dan belakang. Di dalamnya merupakan tanah lapang yang kerap digunakan persiapan apel atau upacara bendera.

Kini, setelah melalui proses renovasi dan dibersihkan, Benteng Vastenburg menjadi salah satu ruang publik, tempat rekreasi, dan penyelenggaraan event. Terakhir penyelenggara Solo International Performing Arts (SIPA) digelar di lokasi tersebut pada 8-10 September 2022.

2. Gedung Djoeang 45

Gedung ini dibangun pada 1876-1880 sebagai sarana pelayanan bagi tentara Belanda. Saat itu jalan di daerah Pasar Kliwon tempat gedung itu berada bernama Cantinestraat.

Baca Juga: Gedung Djoeang 45 Saksi Kemerdekaan Indonesia di Solo, Ini Ceritanya

Buku berbahasa Belanda dengan judul Djokja Solo, Beeld van de Vostensteden, yang disusun MP van Bruggen dan RS Wassing ea, tahun 1998, menjelaskan Gedung Djoeang ’45 saat itu menjadi tempat bersantai perwira tinggi sekaligus membahas strategi pengamanan Kota Solo.

Kondisi itu berlangsung hingga 1942. Setelah itu, Gedung Djoeang ’45 sempat menjadi rumah sakit sebelum berubah jadi Solo Boarding School saat Jepang masuk Indonesia pada Maret 1942.

Setelah itu, bangunan peninggalan Belanda itu menjadi kamp pengungsian pada awal Mei 1942. Gedung Djoeang ’45 menjadi saksi perempuan dan anak-anak keturunan Belanda ditahan setelah Kemerdekaan RI.

Dalam catatan indischekamparchieven, mereka yang ditahan hidup dengan tidak layak. Makanan yang diberikan sangat buruk, toilet juga tidak layak digunakan. Tidak heran banyak dari mereka yang sakit dan dievakuasi ke Semarang atau Batavia.

Baca Juga: Rekomendasi Wisata Gedung Lawas di Solo, Cantik-Cantik Lho Lur

Bangunan Gedung Djoeang ’45 sempat terbengkalai sebelum akhirnya kembali digunakan sebagai panti asuhan. Kini, Gedung Djoeang ’45 berstatus Bangunan Cagar Budaya (BCB) di Kota Solo.

3. Loji Gandrung

bangunan peninggalan belanda di solo
Loji Gandrung (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Bangunan khas bernuansa masa kolonial Belanda yang kini menjadi rumah dinas Wali Kota Solo ini didirikan pada 1797 pada masa pemerintahan Paku Buwono (PB) IV. Laman surakarta.go.id menyebut dulunya bangunan ini adalah milik seorang pengusaha gula yang terkenal, Johannes Augustinus Dezentje.

Keluarga Dezentje memiliki hubungan baik dengan pemerintah kolonial Belanda dan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pada 1819, Augustinus Dezentje menikah dengan salah seorang anggota keluarga Keraton bernama Raden Ayu Cokrokusumo.

Karena itulah banyak ditemukan perpaduan unsur arsitektur Belanda dan Jawa yang kuat dalam bangunan peninggalan Belanda ini seperti bagian loji dengan halaman yang panjang.

4. Bangunan Museum Radya Pustaka

Bangunan yang dipakai menjadi Museum Radya Pustaka di kawasan Sriwedari, Jl Slamet Riyadi, Solo, ini dulunya merupakan kediaman seorang warga Belanda bernama Johannes Busselaar. Informasi di laman id.wikipedia.org menyebutkan gedung milik warga Belanda itu mulai digunakan untuk Museum Radya Pustaka pada 1 Januari 1993.

Baca Juga: Ternyata Ini Sosok yang Diabadikan Jadi Patung di Depan Loji Gandrung Solo

Museum Radya Pustaka yang didirikan pada masa pemerintahan PB IX oleh Kanjeng Raden Adipati (KRA) Sosrodiningrat IV pada 28 Oktober 1890 awalnya berada di Dalem Kepatihan. KRA Sosrodiningrat IV pernah menjabat sebagai Patih PB IX dan PB X.

5. Omah Lawa

Bangunan yang dikenal juga dengan sebutan Gedung Lowo ini terletak di Jl Slamet Riyadi kawasan Purwosari, Laweyan, Solo. Disebut Omah Lawa karena banyak kelelawar yang menghuni gedung tersebut selama tidak ada yang memanfaatkan.



Awalnya bangunan ini merupakan rumah tinggal bangsawan atau pejabat Belanda. Tahun 1945 rumah ini dihuni keluarga Djian Ho. Bangunan ini memiliki bentuk khas arsitektur kolonial.

Setelah Indonesia merdeka bangunan ini diserahkan kepada Pemerin­tah Indonesia dan digunakan sebagai Gedung Veteran. Pemuga­ran besar-besaran dilakukan pada 1983-1985 namun tidak mengubah bentuk asli bangunan.

Pada tahun 2016, Omah Lawa ini dipugar sebagai galeri batik dan pusat kerajinan, kemudian berubah nama menjadi Rumah Heritage Batik Keris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya