SOLOPOS.COM - Produksi blangkon di rumah Suratno, warga Bulu, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Senin (17/12/2012). (JIBI/Harian Jogja/Gilang Jiwana)

Produksi blangkon di rumah Suratno, warga Bulu, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Senin (17/12/2012). (JIBI/Harian Jogja/Gilang Jiwana)

Blangkon, penutup kepala khas Jawa ini masih banyak ditemui di beberapa daerah, seperti Jogja dan Solo. Bahkan para wisatawan seringkali mencari penutup kepala tradisional ini sebagai suvenir dan buah tangan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Meski cukup populer, tak semua orang mampu membuat blangkon berkualitas. Namun di Gunungkidul, ada sebuah sentra produksi blangkon di Bulu, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo yang mampu menghasilkan blangkon berkualitas tinggi, salah satunya adalah Suratno.

Ketika ditemui di kediaman sekaligus bengkel kerjanya, Senin (17/12/2012), pria berperawakan kurus ini sedang menyelesaikan pesanan blangkon Mataraman dibantu istrinya. “Lumayan, sedang ramai pesanan,” katanya sambil tersenyum.

Suratno mengatakan, dirinya sudah mulai membuat blangkon sejak 1998. Waktu itu, dia masih belajar membuat blangkon di rumah saudaranya di Kota Jogja. Merasa kemampuannya sudah memadai, Suratno memberanikan diri membuka usaha sendiri di rumahnya di Gunungkidul.

Saat ini, Suratno mengkhususkan diri untuk memproduksi blangkon jenis Mataraman dan Solo. Yang membedakan keduanya adalah tonjolan di bagian belakang kepala.

Blangkon Mataraman memiliki bentuk yang membulat sedangkan blangkon khas Solo berbentuk pipih. Kedua jenis blangkon itu dibagi lagi menjadi blangkon berkualitas standar untuk keperluan suvenir yang dijual per kodi dan blangkon alusan yang dibuat dengan bahan dan pengerjaan yang lebih teliti.

Dalam mengerjakan blangkon kodian, Suratno dibantu tiga pekerja lepas yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga di sekiar tempat tinggalnya. Adapun pengerjaan blangkon alusan dikerjakannya sendiri.

Menurut Sunarto, pengerjaan blangkon alusan memerlukan lebih banyak kesabaran dan ketelitian. Selain karena bahan bakunya yang lebih halus, blangkon alusan tidak bisa dikerjakan sembarangan, salah sedikit saja, maka hasilnya tidak akan memuaskan.

Pada blangkon alusan, Suratno mematok harga Rp70.000 per blangkon dan Rp45.000 bila dipesan dalam jumlah banyak, sedangkan blangkon kodian dibanderol dengan harga Rp10.000 per blangkon.

Pesanan yang masuk biasanya berasal dari pedagang cinderamata, tetapi tidak jarang juga muncul pesanan dari perusahaan di berbagai kota di pulau Jawa. “Ingin ekspor juga, tapi terlalu sulit aksesnya,” papar Suratno.

Dengan ketekunannya, dalam sebulan, Suratno bisa menghasilkan ratusan blangkon berbagai jenis dengan omzet yang lumayan besar. “Cukuplah untuk kebutuhan keluarga” katanya enggan menyebutkan jumlah.

Saat ini Suratno sudah mulai membangun rumahnya sendiri di desanya, berkat membuat dan menjual blangkon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya