SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan tehadap anak (liputan6.com)

Rumah Aman di Bantul berumur tidak sampai setahun.

Harianjogja.com, BANTUL- Rumah aman atau save house bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di Bantul, berhenti beroperasi alias mangkrak. Padahal kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wakil Ketua DPRD Bantul Arni Tyas Paluvi mengatakan, save house yang terletak di Jalan Wahidin Sudiro Husodo itu berhenti beroperasi sejak tahun ini. Padahal baru tahun lalu rumah aman itu dioperasikan dan sempat dihuni korban kekerasan.

“Jadi umurnya enggak sampai setahun sudah tidak digunakan,” terang Arni Tyas Paluvi, Rabu (19/8/2015).

Alasannya karena tidak ada pekerja yang mengurusi rumah aman tersebut. Sebelumnya pernah ada pekerja yang ditugaskan menjaga rumah itu, namun kemudian keluar karena ia mendapat pekerjaan lain. Padahal kata Arni, rumah aman tersebut sangat penting menjadi tempat berlindung bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Apalagi saat ini, kasus kejahatan terhadap anak dan perempuan di Bantul terus meningkat. “Dari sisi jumlah kasus, Bantul bersaing dengan Kota Jogja, cukup banyak,” imbuhnya.

Kebanyakan kasus kekerasan melibatkan pelaku yang tidak lain keluarga dekat atau masih satu rumah dengan korban. Karena itu, korban yang mengalami trauma bila melihat melihat atau bertemu pelaku, butuh tempat berlindung untuk memulihkan diri. Salah satu tempat untuk berlindung adalah save house. “Kasihan korban itu kalau bertemu pelaku, mau tidak mau harus dipisahkan,” ujarnya.

Ia berjanji untuk mengaktifkan kembali rumah aman tersebut. Langkah pertama berkoordinasi dengan Badan Kesejahteraan Keluarga Perlindungan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKKPPKB) Kabupaten Bantul yang menangani rumah aman. Sejumlah persoalan seperti tidak adanya pengasuh menurutnya harus diselesaikan.

Dewan kata dia juga dapat membantu pengadaan anggaran termasuk untuk program pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Dulu pernah ada program sosialisasi ke ibu-ibu untuk mencegah adanya tindak kekerasan, saya usulkan supaya dianggarkan lagi untuk program seperti itu,” papar dia.

Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Arum Dalu Kabupaten Bantul mencatat, sepanjang tahun ini telah terjadi lebih dari 30 kasus kekerasan, yang didominasi kejahatan terhadap anak.

Tahun lalu, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani lembaga ini mencapai 75 kasus.
“Kami prediksi jumlah kasus tahun ini bisa lebih banyak dari tahun lalu. Karena baru pertengahan tahun saja sudah ada 30 lebih kasus,” jelas Lembar Dyahayu, salah satu pendamping korban kekerasan dari P2TP2A Arum Dalu Bantul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya