SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi rumah sakit (JIBI/Harian Jogja/Reuters )

RS internasional di Kota Solo terhambat pembangunannya oleh Perda setempat.

Solopos.com, SOLO — Investasi rumah sakit internasional di Kota Bengawan masih terkendala dengan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mewajibkan sawah lestari 110 hektare. Untuk mendukung investasi di Solo, Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo mengusulkan agar perda tersebut ditinjau ulang.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Rudy, sapaan akrab Wali Kota, mengatakan Perda RTRW mewajibkan minimal 110 hektare sawah lestari di kabupaten/kota. Rudy menyebut sawah lestari di Solo tidak ada tetapi masuk dalam catatan RTRW, yakni di wilayah Jajar, Karangasem, dan Sumber. Dia mengungkapkan sawah-sawah lestari di tiga kelurahan itu sudah menjadi lahan kering.

“Nah, investor yang masuk ke Solo itu terkendala masalah RTRW itu. Salah satunya rencana pembangunan rumah sakit internasional. Kami sudah membangun komunikasi dengan gubernur dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar Perda RTRW itu ditinjau kembali,” kata Rudy, saat ditemui wartawan di DPRD Solo, Senin (27/4/2015).

Pernyataan Rudy itu sekaligus menanggapi tren penurunan perkembangan investasi selama 2010-2015 mencapai -0,57% per tahun. Namun persoalannya, kata Rudy, rekomendasi-rekomendasi dari Gubernur dan pusat agar investor masuk Solo itu bisa keluar sebelum perda ditinjau ulang. “Sampai sekarang permintaan rekomendasi itu belum ada jawaban,” tambah dia.

Rudy juga mengusulkan adanya pemisahan susunan organisasi tata kerja (SOTK) untuk Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) untuk membuka peluang investasi. Wali Kota segera mengajukan rencana pemisahan SOTK itu ke DPRD Solo. “Jadi Dinas Pendidikan SOTK sendiri. Sedangkan bidang pemuda dan olah raga menjadi SOTK sendiri. Wadahnya bisa kantor atau dinas agar lebih produktif,” kata dia.

Tinjau Ulang Perda
Sementara itu , Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP2D) DPRD Solo, Putut Gunawan, sepakat dengan usulan Wali Kota untuk meninjau ulang Perda RTRW. Dia berpendapat wilayah perkotaan mestinya tidak diwajibkan untuk memiliki sawah lestari 110 hektare. Selain persoalan sawah lestari, kata Putut, Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga mewajibkan sabuk hijau yang tidak bisa dipindahtangankan dan dipecah. “Review perda itu dilakukan dengan mengurangi jumlah sawah lestari sehingga investor bisa masuk ke Solo,” kata Putut.

Putut yang juga anggota Komisi IV itu juga menyinggung potensi investasi secara tidak langsung lewat restrukturisasi birokrasi, yakni dengan pemisahan Disdikpora menjadi dua SOTK. Rencana pemisahan itu, kata dia, sudah lama diwacanakan tetapi sampai sekarang belum direalisasikan.

“Ketika Disdikpora dipecah otomatis akan berdampak pada review grand design pendidikan Kota Solo. Dengan penataan pendidikan akan menjadi unggulan daya saing daerah,” imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya