SOLOPOS.COM - Ilustrasi suasana toko ritel modern. (JIBI/Solopos/Dok.)

Ritel Jatim diduga bakal stagnan pada tahun 2015 ini.

Madiunpos.com, SURABAYA — Perkembangan bisnis perdagangan eceran di Jawa Timur tahun 2015 ini bakal cenderung stagnan. Lagi pula, sejauh ini, belum ada tanda-tanda ekspansi dari para pelaku bisnis ritel lokal.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi dalam tiga tahun sebelumnya. Selama tiga tahun terakhir ini, bisnis perdagangan eceran menjamur di seluruh pelosok Jawa Timur dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 15% per tahun, baik untuk minimarket maupun supermarket.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jatim, Qomaruzzaman, menjelaskan dari sisi kuantitas atau ekspansi bisnis tidak ada pertumbuhan di sepanjang semester I/2015. Sedangkan dari sisi value atau penjualan barang masih mampu tumbuh hanya 5% terutama di barang di sektor makanan dan minuman.

Ekspedisi Mudik 2024

“Tahun lalu kami memprediksi jika 2015 pertumbuhannya sangat bagus karena dalam beberapa tahun terakhir semangat bisnis ritel ini menggebu-gebu, tetapi justru tahun ini malah stagnan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (21/7/2015).

Dia menjelaskan, belum adanya ekspansi tahun ini tidak hanya disebabkan oleh kondisi perekonomian Indonesia yang tengah lesu tetapi juga termasuk harga lahan yang semakin sulit terjangkau pengusaha, serta hambatan perizinan di beberapa daerah.

“Kalau pun ada ekspansi, peritel cenderung hanya akan membuka usaha ritel di mal atau sistem sewa tempat karena lebih terjangkau, sedangkan ekspansi stand alone atau berdiri sendiri modalnya lebih besar terutama dari sisi pengadaan lahan,” jelasnya.

Dia menerangkan, sejak Desember 2014 dan memasuki Januari 2015 industri ritel sudah terlihat kurang sehat. Meski begitu, pada semester II tahun ini diharapkan bisa berkembang dengan baik seperti tahun-tahun sebelumnya mengingat masih banyak daerah di Jatim yang potensial seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang Madiun, dan Kediri.

Menurutnya, industri ritel sudah termasuk tahan banting karena setiap tahun mengalami kenaikan upah karyawan, biaya listrik dan lain-lain.

“Bahkan kemarin detik-detik menjelang Lebaran juga kelihatan daya beli masyarakat turun karena lebih mengutamakan kebutuhan primer, dulu sebelum puasa gairah ritel sangat luar biasa,” imbuh Qomaruzzaman.

Peritel Asing
Sementara itu, bisnis ritel asing dikabarkan sudah mengantre masuk pasar Surabaya. Khususnya akan menempati ruang mal kelas menengah atas, seperti Ciputra World Surabaya (CWS).

General Manager CWS Lingga Fransiska, mengatakan tingkat hunian mal CWS 1 seluas 90.000 m2 sudah mencapai 99,5%. Bahkan masih banyak peritel asing yang antre mau masuk. Untuk memenuhi permintaan para peritel tersebut, CWS berencana membangun mal CWS tahap II seluas 60.000 m2. “Untuk tahap II pun sudah ada waiting list, terutama ritel asing dari Eropa untuk industri fashion dan makanan minuman,” katanya.

Linda memaparkan, sebanyak 80% ruang ritel yang disewakan CWS merupakan peritel asing, sedangkan peritel lokal hanya 20% yang kebanyakan bergerak di sektor makanan. Adapun harga sewa ruang ritel di CWS saat ini berkisar antara Rp350.000/m2 – 650.000/m2/bulan, dan service charge Rp127.000/m2 dengan kenaikan rerata per tahun 15%-20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya