SOLOPOS.COM - Puluhan anak-anak sanggar Titik Kumpul Anak saat melepaskan perahu kertas yang berisikan doa di Sungai Boyong, Selasa (15/11/2016). (Yudho Priambodo/JIBI/Harian Jogja)

#RIPIntan menjadi duka bagi warga Indonesia termasuk anak-anak di Sleman

Harianjogja.com, SLEMAN- Puluhan perahu kertas satu per satu terbawa arus Sungai Boyong, doa yang tertulis dalam secarik kertas putih berbentuk perahu tersebut seakan melebur saat tintanya luntur terkena air sungai.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

“Selamat jalan Olivia,” ucap anak-anak sambil melambaikan tangan kepada puluhan perahu-perahu kecil itu. Bukan hanya doa untuk Olivia, namun kedamaian untuk negara tercinta juga mereka panjatkan dalam kegiatan doa bersama untuk Olivia di aliran Sungai Boyong.

Air mata salah seorang anak kecil menetes mengenai pipinya saat iringan lagu burung kecil karya Gito Rolis terdengar lirih. Kabar meninggalnya Olivia Intan, 2,5 tahun, karena luka bakar serius setelah peristiwa meledaknya sebuah bom di depan gereja Oikumene beberapa waktu yang lalu memang sudah hangat dibincangkan oleh banyak orang hingga terdengar di telinga anak-anak ini.

Ekspedisi Mudik 2024

Raut muka takut khas anak-anak tergambar jelas dari puluhan peserta doa bersama. Senyuman dan canda tawa mereka terbalut sedikit rasa kekhawatiran akan kejadian kekerasan yang melibatkan kawan sebaya mereka.

Berjalan pelan menghampiri kami para wartawan salah seorang bocah peserta aksi doa bersama untuk Olivia, Febriana Devi Saputri bercerita akan rasa sedihnya kehilangan seorang adik. Memang sebelumnya mereka tidak pernah kenal, namun anak-anak memiliki keterkaitan batin dan rasa  kepedulian yang besar walau hanya mengetahui dari kabar berita.

“Kasian, Dek Olivia kan tidak salah apa-apa. Kami berdoa supaya dek Olivia masuk surga,” katanya lirih disaat sela-sela doa bersama untuk Olivia di Sanggar Titik Kumpul Bocah di Desa Glondong, Purwobingangun, Pakem, Sleman, Selasa (15/11/2016).

Bersambung halaman 2, Selain mendoakan Olivia

Selain mendoakan Olivia, mereka juga berdoa supaya kedamaian di Negara Indonesia terjaga sehingga masyarakat hidup tenteram.

 

 

“Semoga tidak ada lagi bom. Semoga selalu damai juga di Indonesia,” kata dia sembari memainkan rambut panjangnya.

Tepat pukul 16.00 WIB acara doa bersama segera dimulai, berangkat dari sanggar yang terletak kurang lebih 400 meter di sebelah barat Sungai Boyong mereka berjalan pelan sambil membawa foto, dan perahu kertas kecil yang berisikan doa yang sudah mereka tulis sebelumnya. Dengan menyanyikan lagu ‘Padamu Negeri’, puluhan anak-anak sanggar dan para orang tua mereka berjalan pelan menuju bibir sungai Boyong.

“Sebetulnya kami tidak pantas mendoakan Olivia, dia masih kecil saya yakin dia anak yang tidak punya dosa. Dia sudah di surga, kita berdoa saja semoga di sana, dia mendoakan kita-kita yang ada di dunia supaya lebih menjadi orang-orang lebih berdamai dan terhindarkan dari kekerasan yang mengatasnamakan agama,” ujar Aktivis Sanggar Titik Kumpul Anak dan Sanggat Tandu Batu, Seto Wijaya.

Ia mengutarakan, meski hanya dalam aksi yang kecil namun kata pria paruh baya tersebut yang terpenting adalah bagaimana menanamkan kepada masyarakat terutama anak-anak tentang bagaimana menjalin kepedulian antar sesama yang sampai saat ini seringkali dikesampingkan.

“Walaupun hanya dalam lingkup kecil hanya melibatkan warga desa, tapi harapan kami kegiatan ini bisa benar-benar mengajarkan tentang kepedulian kepada anak-anak,” kata dia.

Bersambung halaman 3: Sesampainya di bibir sungai…


Sesampainya di bibir sungai, puluhan anak-anak berjejer dan mulai satu persatu melepas perahu kertas berisi doa untuk Olivia.

 

Sementara itu mulut orang tua dari anak-anak terlihat komat-kamit memanjatkan doa sembari menaburkan bunga ke sungai sebagai wujud kepedulian mereka akan lunturnya rasa kedamaian dan jaminan ketentraman bagi anak.

“Selamat jalan Olivia,” terucap berpuluh-puluh kali dari mulut anak-anak. Lambaian tangan mereka seolah masih berat menerima kejadian yang harus diterima oleh sahabat mereka.

Menggunakan pengeras suara, pria yang mengenakan kemeja warna krem memimpin kembali sebuah doa. Seto, dengan suara lantangnya kembali memanjatkan doa dan harapan-harapan untuk negara ini.

Harapan lain yang ia utarakan kini ditujukan untuk Presiden dan pemerintah di negara ini. Radikalisme seolah-olah sudah menjadi paham yang semakin menjamur di masyarakat. Untuk itu, kata dia, pemerintah semoga lebih berevaluasi untuk kasus ini. Ketegasan dalam memberantas paham-paham radikalisme harus sangat ditegakkan dengan sangat tegas.



“Ini bukan kali pertama untuk kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama. Pemerintah harus selalu mengevaluasi peraturan dan harus segera mungkin mengambil tindakan tegas terkait permasalahan ini,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya