SOLOPOS.COM - Ilustrasi Rapat Paripurna DPR. (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Revisi UU KPK telah masuk Prolegnas 2016. Kini, tinggal Presiden yang bisa menghentikannya.

Solopos.com, JAKARTA — Seluruh fraksi di DPR segera menyiapkan usulan revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) setelah disahkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 dalam Sidang Paripurna, Selasa (26/1/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Hendrawan Supratikno, memprediksi usulan dari masing-masing fraksi tidak akan jauh berbeda dengan usulan revisi yang lama. “Revisi ini sudah berulang kali diwacanakan. Jadi tidak akan banyak berubah dari yang lama,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen.

Ekspedisi Mudik 2024

Menurutnya, usulan klausul revisi masih akan seputar pembentukan dewan pengawas, pemberian wewenang surat perintah penghentian penyidikan (SP3), penataan ulang prosedur penyadapan, serta soal penyidik independen. Setelah usulan tuntas, Hendrawan memastikan Baleg akan segera melakukan pembahasan di internal DPR. “Baleg prinsipnya, pembahasan semakin cepat semakin baik,” kata Hendrawan dari Fraksi PDIP.

Sejauh ini, DPR terkesan ngotot merevisi UU KPK meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tiga kali menolak ikut membahasnya. Presiden menolak ikut merevisi beleid itu karena usulan revisi dianggap melemahkan lembaga yang bertugas mencegah dan memberantas korupsi di Tanah Air itu.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Esther mengatakan DPR ternyata tidak pernah berhenti melakukan upaya pelemahan terhadap KPK. “Banyak klausul yang nantinya membatasi ruang gerak KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi.”

Setelah pembahasannya ditolak oleh Presiden Jokowi pada Juni dan Oktober 2015, jelasnya, ternyata DPR mengubah inisiatif usul dari pemerintah menjadi DPR. “Kali terakhir, revisi UU KPK diusulkan oleh Fraksi Partai Nasdem, PKB, PPP, Partai Golkar, Partai Hanura, dan PDIP.”

Sementara itu, peneliti senior dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Bivitri Susanti pernah mengungkapka bahwa klausul yang paling melemahkan KPK adalah izin penyadapan yang harus dilakukan atas izin dari Pengadilan.

Untuk itu, Bivitri meminta kepada Presiden Jokowi agar tetap konsisten dengan penolakannya. “Kami akan minta pemerintah untuk menolak ikut membahas revisi UU tersebut. Dalam hal ini pemerintah harus tegas bersikap dengan tidak ikut membahas revisi UU KPK.”

Hal senada diungkap Direktur Centre For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi. Dia mengatakan Presiden Jokowi harus berani menyatakan kembali penolakannya meski saat ini revisi UU tersebut antara lain diusulkan oleh partai pengusungnya. “Revisi itu tidak akan berjalan jika pemerintah menolak ikut membahasnya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya