SOLOPOS.COM - Ilustrasi penyidik KPK melakukan penggeledahan. (skalanews.com)

Revisi UU KPK menuai protes.

Harianjogja.com, JOGJA — Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM menilai ada maksud tertentu di balik pembahasan Revisi Undang-Undang KPK.  Pembahasan RUU ini dianggap merupakan hasil kesepakatan “haram” antara Pemerintah dan DPR RI. (Baca Juga : REVISI UU KPK : Ini Pembelaan JK Terhadap Revisi UU KPK)

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Peneliti Pukat, Hifdzil Alim dalam jumpa pers di kantor Pukat Jumat (12/2/2016) menduga pembahasan RUU ini adalah hasil barter dengan Revisi Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). RUU KPK sebelumnya digagas oleh Eksekutif sementara RUU Pengampunan Pajak merupakan usulan DPR.

Belakangan pembahasan itu ditukar, Pemerintah membahas RUU Pengampunan Pajak sementara DPR membahas RUU KPK. Substansi RUU Tax Amnesty adalah pelaku tindak korupsi tanpa perlu menghukum secara pidana melainkan dengan mengembalikan uang  negara.

“Pemerintah yang paling diuntungkan dengan adanya RUU ini, sebaliknya DPR yang paling getol menggoyang KPK,” ungkap dia.

Hifdzil juga menduga ada pembantu presiden yang ikut mendorong terjadinya barter pembahasan RUU ini. Padahal pembantu presiden setingkat menteri mestinya mematuhi perintah presiden, bukan membuat kebijakan sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya