SOLOPOS.COM - Aksi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/1/2015) malam. (JIBI/Solopos/Antara/Ismar Patrizki)

Revisi UU KPK yang baru mengundang kontroversi, termasuk pembatasan usia KPK hanya 12 tahun sejak revisi ditetapkan.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak revisi Undang-Undang (UU KPK) yang diajukan oleh DPR. KPK menilai revisi tersebut belum diperlukan untuk saat ini.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“UU sekarang sudah cukup baik terkait teknis pencegah dan penindakan. Memang masalah managemen struktural saja yang perlu dievaluasi,” ujar Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Aji ketika dihubungi Bisnis/JIBI, Selasa (6/10/2015).

Menurut Indriyanto Seno Aji, manajemen struktural yang perlu dievaluasi salah satunya terkait dengan sebuah dewan pengawas yang posisinya berada di luar tubuh KPK. “Sebaiknya ada dewan pengawas diluar struktural agar lebih independen saja,” tambahnya.

Bahkan, revisi UU KPK telah ditolak oleh Presiden Jokowi. Namun, DPR tetap ingin melakukan revisi terhadap undang-undang yang berkaitan dengan penegakan hukum terkait korupsi tersebut. Dalam draf revisi UU KPK, DPR akan memasukkan beberapa klausul yang dianggap membatasi ruang gerak KPK.

Penyadapan yang dilakukan KPK harus melaui izin pengadilan. Selain itu, KPK hanya diberikan ruang untuk menangani kasus korupsi dengan nominal di atas Rp50 miliar, padahal sebelumnya Rp1 miliar. Tidak hanya itu, usia KPK juga dibatasi hanya 12 tahun sejak revisi UU tersebut resmi disahkan menjadi UU.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Esther mengatakan DPR ternyata tidak pernah berhenti melakukan upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setelah pembahasannya ditolak oleh Presiden Jokowi pada Juni 2015, ternyata DPR mengubah inisiatif usul dari pemerintah menjadi DPR.

Kali ini, revisi UU KPK diusulkan oleh Fraksi Partai Nasdem, PKB, PPP, Partai Golkar, Partai Hanura, dan PDIP. “Draf revisi UU tersebut, menguatkan sinyal bahwa mereka [DPR] berharap agar KPK tidak ada lagi,” katanya saat dihubungi, Selasa (6/10/2015).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya