SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi saat Resmikan Gedung Baru KPK di Jalan Kuningan Persada, Kav. 4, Jakarta, Selasa (29/12/2015)

Revisi UU KPK ditunda, namun masih masuk Prolegnas. Ketua KPK menilai belum saatnya revisi karena skor indeks persepsi korupsi Indonesia masih rendah.

Solopos.com, JAKARTA — Ketua KPK, Agus Rahardjo, menganggap penundaan revisi UU KPK merupakan kewenangan pemerintah dan DPR. Sebagai pemakai undang-undang tersebut dia mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut dia, KPK hanya sebatas memberikan masukan. Kebetulan pada Selasa (22/2/2016) kemarin, dia bersama komisioner lainnya bertemu dengan presiden membicarakan keberatan mereka tentang undang-undang tersebut. “Pemain utamanya kan pemerintah dan DPR, keputusan tersebut merupakan wewenang mereka,” ujar Agus seusai menemani anggota Komisi III DPR mengunjungi Gedung KPK yang baru, Senin (22/2/2016).

Dia mengatakan, dalam pertemuan dengan Presiden, KPK membeberkan alasan ketidaksetujuan mereka terhadap revisi undang-undang tersebut. Kepada Jokowi, mereka berharap agar revisi UU tersebut tidak jadi disahkan. “Saya sudah sampaikan semuanya. Pak Presiden mengatakan akan mempertimbangkan masukan tersebut,” kata dia.

Setelah bertemu dengan KPK, Presiden juga melakukan pertemuan dengan DPR. Setelah pertemuan tersebut, Presiden Jokowi memutuskan untuk menunda revisi undang-undang antirasuah itu. Penundaan tersebut dengan mempertimbangkan bahwa revisi belum tepat dilakukan saat ini. Selain itu, penundaan tersebut juga dilakukan untuk memperdalam kajian pasal yang akan direvisi.

Agus Rahadrjo sendiri sepakat dengan penyataan dari Presiden tersebut. Meski tak dicabut, dia menganggap, untuk saat ini revisi KPK memang belum perlu, karena indeks persepsi anti korupsi di Indonesia masih berada di posisi 36. “Nanti kalau sudah indeks persepsinya mencapai 50, baru bisa dilakukan revisi tersebut, karena korupsinya sudah cukup rendah,” ujar dia.

Agus memandang, setiap undang-undang memang tidak sempurna. Penguatan melalui revisi juga diperlukan. Cuma untuk saat ini, terutama empat poin tersebut, tidak tepat karena berpotensi melemahkan KPK. “Kita harus sadar tidak ada undang-undang yang sempurna. Suatu saat memang perlu direvisi terutama setelah indeks persepsi anti korupsinya 50,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya