SOLOPOS.COM - Ilustrasi Rapat Paripurna DPR. (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Revisi UU KPK masih akan ditentukan pekan depan. Lobi politik diduga menjadi sebabnya.

Solopos.com, JAKARTA — Pembahasan revisi UU KPK dalam rapat paripurna DPR ditunda untuk kali kedua. Rapat paripurna revisi UU KPK kali pertama dijadwalkan pada 10 Februari 2016 dan ditunda menjadi 18 Februari.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, rapat paripurna pun kembali ditunda dan akan dilaksanakan pada Selasa (23/2/2016) mendatang. Penundaan kedua ini disebabkan absenya keempat pimpinan DPR sehingga dalam rapat badan musyawarah yang digelar Rabu (17/2/2016), Ketua DPR Ade Komaruddin dan para pimpinan fraksi memutuskan menunda rapat paripurna hingga Selasa pekan depan.

Namun, Wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid menengarai ada penyebab lain dibalik penundaan tersebut. Hidayat menilai adanya unsur kesengajaan untuk menunda paripurna agar bisa melakukan lobi politik.

“Jika alasan penundaan itu karena sebagian besar pimpinan DPR tidak di tempat publik mungkin bisa maklum. Tapi kalau digunakan untuk lobi-lobi oleh fraksi besar di DPR untuk mengegolkan revisi itu, sangat disayangkan,” ungkap Wakil Ketua MPR ini.

Tanggapan mengenai penundaan paripurna revisi UU KPK ini juga muncul dari Hendrawan Supratikno, anggota DPR fraksi PDIP. Berbeda dengan Hidayat, Hendrawan menilai penundaan paripurna revisi UU KPK ini tidak ada kaitannya dengan lobi politik.

“Siapapun yang mengulur pasti capek sendiri. Menurut saya tidak (tidak ada lobi politik) tapi pertimbangannya memang banyak sekali tugas kedewanan di luar kota,” tuturnya kemudian.

Saat ditanya terkait kabar bahwa ada unsur kesengajaan dari dua pimpinan yang abstain lantaran menolak revisi UU KPK, Hendrawan mengaku tidak memiliki kewenangan untuk berkomentar. “Bukan kapasitas saya untuk menjawab. Tanyakan langsung ke orangnya, tapi dalam rapat bamus semalam, 6 fraksi hadir dan pimpinan hanya Ade Komaruddin,” jawabnya.

Lain halnya dengan Supratman Andi Agtas yang merupakan anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra. Supratman mengaku tidak tahu soal penundaan yang dibahas dalam rapat bamus Rabu malam. “Saya tidak ikut rapat Bamus mengenai pembatalan. Pertama karena ketidakhadiran sebagian pimpinan yang pergi ke daerah. Kepastianya silakan tanya ke pimpinan DPR,” tandasnya.

Supratman menganggap penundaan tersebut dirasa cukup bagus bagi partai yang menolak revisi UU KPK. “Tapi ini bagus untuk bisa melakukan konsolidasi dialog dengan partai lain untuk mendengar aspirasi publik untuk dibatalkan (RUU KPK),” tuturnya.

Dia menambahkan, “kalau awal sikap gerindra saja (yang menolak), sekarang Demokrat ikut dan saya dengar PKS ikut. Mudah-mudahan sikap fraksi lain bisa berkesesuaian. Tetapi prinsipnya Gerindra untuk mekmberikan komitmen dalam pemberantasan korupsi. Mudah-mudahan dengan ditunda ini bisa ada langkah lain untuk konsolidasi dengan partai lain.

Senada dengan Supratman, Dede Yusuf yang merupakan anggota fraksi Demokrat mengatakan adanya unsur lobi melobi yang akhirnya menyebabkan paripurna ditunda.

“Pasti ada usaha lobi. Lobi kiri kanan, baik ke partai pendukung mungkin melobi, ke partai yang menolak juga melobi. Artinya lobi terjadi dan saya rasa pimpinan KPK juga melakukan lobi, pimpinan—pimpinan negara pun saat ini juga melakukan lobi—lobi makanya ini kan paripurna batal lagi,” ujar Dede.

Terkait pandangan fraksi soal revisi UU KPK, Dimyati Natakusumah yang merupakan Sekjen PPP hasil Munas Jakarta mengatakan bahwa PPP konsisten dalam mendukung revisi UU KPK. “Kita tidak mau berbeda pandangan dengan presiden,” ujar Dimyati yang merupakan anggota komisi I dari fraksi PPP.

Tanggapan senada juga muncul dari fraksi partai Golkar. Bambang Soesatyo yang merupakan ketua komisi III juga annggota fraksi partai Golkar mengatakan hingga kini Golkar setuju dengan revisi UU KPK. “Setuju. Golkar konsisten bersama fraksi-fraksi lain minus Gerindra. Apanya yg salah? Apanya yg melemahkan? Apakah ada kewenangan yang dikurangi? Kan tidak ada. Justru malah di tambah dengan kewenangan SP3. Soal nanti kewenangan itu mau dipakai atau tidak, ya terserah KPK,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya